Dalam rubik fiqh kali ini kami menghadirkan tentang tentang was-was yang dihembuskan syaithan kepada Bani Adam saat shalat sehingga beranggapan batallah wudhunya. Pembaca yang dirahmati Allah dalam Shahiih Muslim, terdapat sebuah riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ: أَخْرَجَ مِنْهُ شَيْئٌ أَمْ لاَ؟ فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا!
“Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan sesuatu dalam perutnya, maka membuatnya ragu, apakah ada yang keluar (angin) darinya atau tidak? Maka janganlah keluar dari masjid hingga mendengar suara atau mendapatkan bau!”
Dan juga terdapat dalam ash-Shahiihain dari ‘Abdillah bin Zaid, dia berkata, diadukan kepada Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, tentang seseorang yang diberikan gambaran kepadanya, bahwa dirinya mendapatkan sesuatu dalam shalatnya, beliau bersabda,
لاَ يَنْصَرِفُ، حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا!
“Janganlah dia berpaling dari shalatnya hingga mendengar suara (angin) atau mendapatkan baunya!”
Dalam Musnad dan Sunan Abi Dawud, dari Abu Sa‘id al-Khudri, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْتِيْ أَحَدَكُمْ وَهُوَ فِي صَلاَتِهِ فَيَأْخُذُ شَعَرَةً مِنْ دُبُرِهِ فَيَمُدُّهَا، فَيَرَى أَنَّهُ قَدْ أَحْدَثَ، فَلاَ يَنْصَرِفَنَّ حَـتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا!
“Sesungguhnya syaitan akan mendatangi salah seorang dari kalian dalam shalatnya, kemudian dia akan memegangi sehelai rambut yang ada di duburnya kemudian dia akan ulurkan, sehingga orang itu mengira bahwa dirinya telah ber-hadats, maka janganlah dia meninggalkan (shalatnya) sampai mendengar suara atau mencium bau!”
Sedangkan dalam lafazh Abu Dawud,
إِذَا أَتَى الشَّيْطَانُ أَحَدَكُـمْ فَقَالَ لَهُ: إِنَّكَ قَدْ أَحْدَثَ، فَلْيَقُلْ لَهُ: كَذَبْتَ. إِلاَّ مَنْ وَجَدَ رِيْحًا بِأَنْفِهِ أَوْ سَمِعَ صَوْتًا بِأُذُنِهِ.
“Bila syaitan mendatangi salah seorang dari kalian dan berkata kepadanya, ‘Kamu telah berhadats,’ hendaklah dia katakan kepadanya, ‘Kamu dusta,’ kecuali seorang yang mencium bau dengan hidungnya atau mendengar suara dengan telinganya.”
Maka jika kita melihat hadits di atas Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mendustakan syaitan, meskipun pada sesuatu yang dimungkinkan kebenarannya, lalu bagaimana jika kedustaannya tersebut adalah sesuatu yang sudah maklum dan yakin, seperti perkataannya kepada orang yang waswas, “Kamu belum melakukan ini,” padahal dia benar-benar telah melakukannya?
Syaikh Abu Muhammad memberikan sebuah antisipasi manakala seseorang itu mendapatkan sebuah kasus sebagaimana kasus di atas, beliau mengatakan ;
Disukai dari seseorang untuk memercikkan air pada kemaluannya dan juga celananya apabila buang air kecil, untuk menepis waswas dari dirinya, apabila dia mendapatkan sesuatu yang basah, maka hendaknya dia katakan, bahwa itu adalah air yang tadi dia percikkan, berdasarkan riwayat Abu Dawud dengan sanadnya dari Sufyan bin al-Hakam ats-Tsaqafi, atau al-Hakam bin Sufyan, dia berkata, “Adalah Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bila buang air kecil, beliau berwudhu’ dan memercikkan air.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam buang air kecil, kemudian memerciki kemaluannya.” Dan adalah Ibnu ‘Umar memercikkan air pada kemaluannya sehingga membasahi celananya.
Dan sebagaimana yang telah datang juga dalam sebuah atsar bahwa sahabat Imam Ahmad mengadu kepadanya, bahwa dirinya mendapatkan sesuatu yang basah setelah berwudhu’, maka Imam Ahmad memeritahkannya untuk memercikkan air bila buang air kecil, dan dia mengatakan “Janganlah hal itu menjadi perhatianmu, abaikanlah!”
Al-Hasan ditanya atau orang lain dalam perkara sejenis ini, maka dia mengatakan, “Abaikanlah!” kemudian masalah yang sama diulangi disampaikan kepadanya, maka dia berkata, “Apakah engkau banyak mengalirkannya? Celaka engkau. Abaikanlah!”
Demikianlah sebuah artikel singkat yang kami ambil dari Kitab Kaifa Tatakhallashu Minal Waswasati wa Makaayidisy Syaithaan karya Ahmad bin Salim Ba Duwailan dengan sedikit perubahan yang tidak mengurangi makna dari penulis. Semoga bermanfaat... Wallahu a'lam bish-shawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar