Minggu, 31 Desember 2017

WASWAS TENTANG BATALNYA WUDHU’

Dalam rubik fiqh kali ini kami menghadirkan tentang tentang was-was yang dihembuskan syaithan kepada Bani Adam saat shalat sehingga beranggapan batallah wudhunya. Pembaca yang dirahmati Allah dalam Shahiih Muslim, terdapat sebuah riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ: أَخْرَجَ مِنْهُ شَيْئٌ أَمْ لاَ؟ فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا!

“Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan sesuatu dalam perutnya, maka membuatnya ragu, apakah ada yang keluar (angin) darinya atau tidak? Maka janganlah keluar dari masjid hingga mendengar suara atau mendapatkan bau!”

Dan juga terdapat dalam ash-Shahiihain dari ‘Abdillah bin Zaid, dia berkata, diadukan kepada Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, tentang seseorang yang diberikan gambaran kepadanya, bahwa dirinya mendapatkan sesuatu dalam shalatnya, beliau bersabda,

لاَ يَنْصَرِفُ، حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا!

“Janganlah dia berpaling dari shalatnya hingga mendengar suara (angin) atau mendapatkan baunya!”

Dalam Musnad dan Sunan Abi Dawud, dari Abu Sa‘id al-Khudri, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْتِيْ أَحَدَكُمْ وَهُوَ فِي صَلاَتِهِ فَيَأْخُذُ شَعَرَةً مِنْ دُبُرِهِ فَيَمُدُّهَا، فَيَرَى أَنَّهُ قَدْ أَحْدَثَ، فَلاَ يَنْصَرِفَنَّ حَـتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا!

“Sesungguhnya syaitan akan mendatangi salah seorang dari kalian dalam shalatnya, kemudian dia akan memegangi sehelai rambut yang ada di duburnya kemudian dia akan ulurkan, sehingga orang itu mengira bahwa dirinya telah ber-hadats, maka janganlah dia meninggalkan (shalatnya) sampai mendengar suara atau mencium bau!”
Sedangkan dalam lafazh Abu Dawud,

إِذَا أَتَى الشَّيْطَانُ أَحَدَكُـمْ فَقَالَ لَهُ: إِنَّكَ قَدْ أَحْدَثَ، فَلْيَقُلْ لَهُ: كَذَبْتَ. إِلاَّ مَنْ وَجَدَ رِيْحًا بِأَنْفِهِ أَوْ سَمِعَ صَوْتًا بِأُذُنِهِ.

“Bila syaitan mendatangi salah seorang dari kalian dan berkata kepadanya, ‘Kamu telah berhadats,’ hendaklah dia katakan kepadanya, ‘Kamu dusta,’ kecuali seorang yang mencium bau dengan hidungnya atau mendengar suara dengan telinganya.”

Maka jika kita melihat hadits di atas Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mendustakan syaitan, meskipun pada sesuatu yang dimungkinkan kebenarannya, lalu bagaimana jika kedustaannya tersebut adalah sesuatu yang sudah maklum dan yakin, seperti perkataannya kepada orang yang waswas, “Kamu belum melakukan ini,” padahal dia benar-benar telah melakukannya?

Syaikh Abu Muhammad memberikan sebuah antisipasi manakala seseorang itu mendapatkan sebuah kasus sebagaimana kasus di atas, beliau mengatakan ;
Disukai dari seseorang untuk memercikkan air pada kemaluannya dan juga celananya apabila buang air kecil, untuk menepis waswas dari dirinya, apabila dia mendapatkan sesuatu yang basah, maka hendaknya dia katakan, bahwa itu adalah air yang tadi dia percikkan, berdasarkan riwayat Abu Dawud dengan sanadnya dari Sufyan bin al-Hakam ats-Tsaqafi, atau al-Hakam bin Sufyan, dia berkata, “Adalah Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bila buang air kecil, beliau berwudhu’ dan memercikkan air.” 

Dalam riwayat lain disebutkan, “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam buang air kecil, kemudian memerciki kemaluannya.” Dan adalah Ibnu ‘Umar memercikkan air pada kemaluannya sehingga membasahi celananya.

Dan sebagaimana yang telah datang juga dalam sebuah atsar bahwa sahabat Imam Ahmad mengadu kepadanya, bahwa dirinya mendapatkan sesuatu yang basah setelah berwudhu’, maka Imam Ahmad memeritahkannya untuk memercikkan air bila buang air kecil, dan dia mengatakan “Janganlah hal itu menjadi perhatianmu, abaikanlah!”

Al-Hasan ditanya atau orang lain dalam perkara sejenis ini, maka dia mengatakan, “Abaikanlah!” kemudian masalah yang sama diulangi disampaikan kepadanya, maka dia berkata, “Apakah engkau banyak mengalirkannya? Celaka engkau. Abaikanlah!”

Demikianlah sebuah artikel singkat yang kami ambil dari Kitab Kaifa Tatakhallashu Minal Waswasati wa Makaayidisy Syaithaan karya Ahmad bin Salim Ba Duwailan dengan sedikit perubahan yang tidak mengurangi makna dari penulis. Semoga bermanfaat... Wallahu a'lam bish-shawwab

BERKATA BAIK ATAU DIAM

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

Ketahuilah, sepantasnya bagi setiap mukallaf (orang yang berakal dan baligh) menjaga lidahnya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang jelas mashlahat padanya.

Ketika berbicara atau meninggalkannya itu sama mashlahat-nya, maka menurut Sunnah adalah menahan diri darinya.

Karena perkataan mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram atau makruh. Bahkan, ini banyak atau dominan pada kebiasaan. Sedangkan keselamatan itu tiada bandingannya.

Telah diriwayatkan kepada kami di dalam dua Shahih, Al-Bukhari (no. 6475) dan Muslim (no. 47), dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.”

Aku katakan : Hadits yang disepakati shahihnya ini merupakan nash yang jelas bahwa sepantasnya seseorang tidak berbicara, kecuali jika perkataan itu merupakan kebaikan, yaitu yang nampak mashlahat-nya. Jika dia ragu-ragu tentang timbulnya mashlahat, maka dia tidak berbicara.

Dan Imam Asy-Syafi’i telah berkata, "Jika seseorang menghendaki berbicara, maka sebelum dia berbiacra hendaklah berpikir, jika nampak jelas mashlahat-nya dia berbicara, dan jika dia ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas mashlahat-nya.

Wallahu a'lam bish-shawwab

Sumber : Kitab Al-Adzkaar, 2/713-714, karya Imam An-Nawawi, Penerbit Dar Ibni Hazm, cet. 2, th. 1425 H / 2004 M

Wakaf Berkelompok

Pertanyaan : Apakah boleh Wakaf berkelompok?

Jawaban : Wakaf tidak harus dilakukan oleh perorangan, tetapi boleh dengan berjama’ah.

Misalnya, iuran membeli tanah untuk membangun masjid, pendidikan Islam dan lainnya.

Adapun dalilnya, Sabda Nabi Shallallahu‘alaihi wa sallam kepada pemilik kebun yang merupakan milik orang banyak :

يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا قَالُوا لَا وَاللَّهِ لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ

Wahai, Bani Najjar! Juallah kebunmu ini kepadaku!” Lalu Bani Najjar berkata, ”Tidak kujual. Demi Allah, tidaklah kami jual tanah ini, kecuali untuk Allah.  [ HR Bukhari, kitab Al Washaya, no. 2564 ].

Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”Wahai, Bani Najjar!” menunjukkan bahwa wakaf dapat dilakukan lebih dari satu orang.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Dijawab oleh Tim Syar'i Rumah Qur'an al-Kautsar

DUNIA TEMPAT MENCARI AKHIRAT

Utsman Bin Affan radhiyallau 'anhu berkata pada salah satu khutbah yang beliau sampaikan di akhir hayatnya : 

إن الله إنما أعطاكم الدنيا لتطلبوا بها الآخرة ، ولم يعطكموها لتركنوا إليها ، إن الدنيا تفنى ، وإن الآخرة تبقى ، لا تبطرنكم الفانية ، ولا تشغلنكم عن الباقية

"Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada kalian itu agar kalian mencari akhirat dengannya, dan tidaklah Allah memberikannya kepada kalian agar kalian condong kepadanya. Sesungguhnya dunia itu akan binasa sementara akhirat itu abadi. Janganlah dunia yang fana ini menjadikan kalian sombong, dan jangan pula menyibukkan kalian dari yang abadi (akhirat).

وآثروا ما يبقى على ما يفنى ؛ فإن الدنيا منقطعة ، وإن المصير إلى الله

Dan pilihlah oleh kalian yang abadi daripada yang fana! Karena dunia ini akan putus dan sesungguhnya tempat kembalinya adalah kepada Allah.

اتقو الله ,فإن تقواه جنة من بأسه ، ووسيلة عنده ، واحذروا من الله الغير ، والزموا جماعتكم لا تصيروا أحزابا

Bertakwalah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya takwa kepada-Nya itu adalah benteng pelindung dari siksaan-Nya, dan perantara di sisi-Nya. Dan hati-hatilah kalian dari sifat cemburu dari Allah (Jangan bermaksiat kepada-Nya). Berpeganglah kalian dengan jamaah kalian (pemerintah), janganlah kalian menjadi berpartai-partai.

Allah berfirman :

وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًاَ

Artinya : "Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara" (QS. Ali Imran 103)

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Sumber : Al-Bidayah wa An-Nihayah 7/241

ANTARA HARAPAN DAN RASA TAKUT

Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda :

الجنّةُ أقربُ إلى أحدِكم من شِراكِ نعلِه، والنّار مثْلُ ذلك

"Surga lebih dekat kepada kalian dari tali sandalnya dan neraka juga seperti itu."  ( HR. Al-Bukhari no.6488 )

Faedah Hadits :

- Pada hadits ini ada penjelasan bahwasanya keta'atan akan menyampaikan kepada surga, dan kemaksiatan akan menyampaikan kepada neraka.

- Bahwasanya keta'atan dan kemaksiatan bisa saja pada perkara-perkara yang mudah dilakukan.

- Sepantasanya bagi seseorang tidak membiarkan kebaikan yang sedikit melainkan ia kerjakan dan kelejekan yang kecil melainkan ia jauhi.

- Ibnul Jauzi berkata, "Makna hadits ini bahwasanya meraih surga merupakan perkara mudah, yaitu dengan memperbaiki niat dan melakukan keta'atan. Demikian juga meraih neraka (juga perkara mudah) yaitu dengan mencocoki hawa nafsu dan melakukan kemaksiatan. Wallahu a'lam bish-shawwab.

Sumber : Fathul Baari 11/321

Perhatikan Kebutuhan Ruhanimu

Sesungguhnya diri kita terdiri dari jasad dan ruh. Tetapi banyak orang yang hanya berusaha memenuhi kebutuhan jasadnya, dan dia lupa akan kebutuhan ruhnya.

Padahal kondisi ruhnya-lah yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya, celaka atau bahagia, binasa atau selamat.

Siapa yang mengisi asupan ruhnya dengan iman dan amal sholeh, maka baginya kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat.

◼ Allah ta'ala berfirman :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." ( QS. An-Nahl: 97 )

Sebaliknya, siapa yang mengesampingkan kebutuhan ruhaninya, berpaling dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta tidak mengamalkannya, maka baginya kehidupan yang sempit.

◼ Allah ta'ala berfirman :

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا

Artinya : "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit." ( QS. An-Nahl: 97 )

Wallahu a'lam bish-shawwab...

CARILAH MAJELIS TALAQQI Al QURAN

Jika kita ingin mendalami teori ilmu tajwid sangat mudah sekali karena saat ini sudah sangat banyak bertebaran dimana-mana kajian-kajian yang membahas teori  ilmu tajwid baik itu berupa Daurah, audio, video, group WA, chanel telegram dll.

Bahkan pengambilan ijazah sanad ilmiyyah berkaitan dengan ilmu tajwid pun seperti al jazariyyah tuhfatul athfal dll sangat mudah sekali didapat.

Antusiasme dalam mengikuti kajian-kajian ilmu tajwid sangat luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peserta yang ikut gabung dalam kajian-kajian ilmu tajwid baik online maupun offline.

Akan tetapi yang masih sangat jarang sekali adalah majelis talaqqi Al Quran dimana majelis talaqqi ini adalah majelis yang wajib diikuti oleh kita pembelajar al quran.

Karena teori ilmu tajwid bahkan ijazah sanad ilmiyyah tajwid pun tidak serta merta bisa membuat bacaan kita menjadi mutqin.

Oleh karena itu bagi kita yang ingin fokus di bidang ilmu qiraat haruslah fokus duduk di majelis talaqqi.

Carilah guru yang benar-benar serius memperbaiki kesalahan-kesalahan tilawah antum dan membmbing antum.

Setelah antum bisa bermajelis maka bersabar dan istiqomahlah!

Mungkin sudah sering kita mengikuti daurah-daurah atau kajian ilmu tajwid, sudah juga masuk beberapa group online yang membahas ilmu tajwid atau memiliki puluhan koleksi buku-buku yang membahas tajwid dll.

Akan tetapi semua itu tidak akan memperbaiki  bacaan kita. Karena hanya guru talaqqi lah yang bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan tilawah kita.

Ijazah, sertifikat, kajian teori dll semuanya tidak bisa memperbaiki bacaan kita.

Maka carilah majelis talaqqi Al Quran!!!

Baarakallahu fiikum

Dikutip dari : Channel Kajian Tajwid Online.

Mengenal Air Sebagai Alat untuk Bersuci

Para pembaca yang dirahmati Allah, pada artikel sebelumnya telah kami bahas tentang Thaharah Pengertiannya dan Pembagiannya, bahwa thahara sendiri terbagi menjadi 2 bagian ; Thaharah Lahiriyyah dan Bathiniyyah. Adapun sekup pembahasa Tharahah dalam ranah fiqih membas tentang thaharah lahiriyyah yang mana thaharah lahiriyyah adalah menyucikan sesuatu yang lahir (dapat dlihat oleh mata) seperti menyucikan badan, pakaian, atau tempat dari segala kotoran dan najis, dan bersuci dari hadas besar maupun hadas  kecil. Dan dalam artikel fiqih kali ini kami akan mencoba untuk menyajikan tentang alat untuk thaharah lahiriyyah, yang mana salah satunya adalah air.

Perlu diketahui bahwa pada dasarnya semua air yang turun dari langit dan keluar dari bumi adalah suci dan menyucikan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman ;

وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۚ وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

“Dia-lah Yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira yang dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.” [ Qs. Al-Furqaan: 48]

Dan sebagaimana yang telah datang dari sabda Nabi Shallallahu‘alaihi wa sallam tentang laut :

هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ.

“Air laut itu suci dan menyucikan serta halal bangkainya.” ( Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/152 no. 83 )

Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sumur :

إِنَّ الْمَاءَ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ.

“Sesungguhnya air itu suci dan menyucikan, tidak dinajiskan oleh sesuatu pun.”

Air tetap dalam kesuciannya sekalipun bercampur dengan sesuatu yang suci selama tidak keluar dari keasliannya (kemutlakn)nya. Maksudnya ; air tersebut masih dinamai air saja. Berbeda dengan air yang sudah dalam bentuk lain, seperti ; minuman seeperti kopi, teh, susu dan lainnya. Di mana air tersebut bercampur dengan zat-zat yang suci namun telah keluar dari kemutlakannya. Air semacam ini suci namun tidak mensucikan (tidak boleh dipakai untuk bersuci). 

Dasarnya adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para wanita yang memandikan jenazah puteri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَاجْعَلْنَ فِي اْلآخِرَةِ كَافُوْرًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُوْرٍ.

“Mandikanlah ia tiga kali, lima kali atau lebih dengan air dan bidara jika menurut kalian perlu. Dan jadikanlah basuhan terakhir dengan kapur barus atau sedikit dengannya.” ( Muttafaq ‘alaihi )

Dan perlu sekiranya juga kita ketahui bahwa ; Tidaklah air itu dihukumi najis meskipun terdapat najis padanya kecuali jika ia berubah karenanya. Dasarnya adalah hadits Abu Sa’id. Dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam ditanya : “Wahai Rasulullah, bolehkah kami wudhu di sumur Budha‘ah?” Yaitu sumur yang di sana dibuang darah haidh, daging anjing, dan kotoran. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اَلْمَاءُ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ.

“Air itu suci dan menyucikan, tidak dinajiskan oleh suatu apa pun.” ( HR. Abu Daud dalam Sunannya )

Ath-Thayyibi berkata, ‘Makna perkataan Nabi shalallahu'alahi wa sallam ; ‘Yang dibuang di situ’ adalah ; sumur itu dulu dari aliran beberapa lembah yang kemungkinan didatangi penghuni padang pasir dan membawa kotoran yang ada di sekitar rumah mereka tadi. Banjir lantas membawa dan melemparkannya ke dalam sumur. 
Mubarakfuri berkata : Penutur menceritakan dengan kata-kata yang mengesankan seolah yang membuang adalah manusia, karena minimnya agama mereka. Hal ini tidak dibenarkan oleh seorang muslim pun, maka bagaimana mungkin dilakukan oleh umat dari kurun terbaik dan paling utama. 
Lalu Mubarakfuri melanjutkan : “Beberapa orang dari kalangan ahlul ilmi juga berpendapat demikian. Pendapat inilah yang tampak kebenarannya.” ( Dalam Tuhfatul Ahwadzi I/204 )

Demikianlah pembahasan singkat yang dapat kami sajikan kepada para pembaca , semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang salah satu cabang ilmu syar'i yakni fiqih.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Sabtu, 30 Desember 2017

Pengertian Tharah dan Pembagiannya

Menurut bahasa thaharah berarti “bersuci”

Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah ; mensucikan  diri, pakaian, tempat  dari segala kotoran (najis)  dan hadas, baik itu hadas besar maupun hadas kecil sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat islam.

Thaharah merupakan kedudukan yang paling utama dalam beribadah. Apabila seseorang sudah bisa memahami thaharah maka sangat mudah ia untuk beribadah kepada Allah. Akan tetapi jika seseorang belum memahami tentang thaharah maka sungguh ibadahnya tidak sah. Karena setiap orang yang akan melakukan shalat, diwajibkan terlebih dahulu bertaharah (bersuci). Seperti berwudhu, bertayamum atau mandi.  

Sebagaimana Allah ta'alaa berfiman yang artinya ;

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air  (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia (Allah) hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”. (QS. Al-Maidah: 6).


Pembagian Thaharah

Jika dilihat dari sifat dan pembagiannya, thaharah (bersuci) dibedakan menjadi dua bagian:

Pertama : Bersuci Lahiriah

Bersuci yang bersifat lahiriah yaitu menyucikan sesuatu yang lahir (dapat dlihat oleh mata) seperti menyucikan badan, pakaian, atau tempat dari segala kotoran dan najis, dan bersuci dari hadas besar maupun hadas  kecil. Berikut tata cara menyucikannya:

1. Cara menyucikan najis adalah dengan air, hingga hilang bekasan najis tersebut.

2. Cara membersihkan hadas kecil adalah dengan berwudhu’

3. Cara membersihkan hadas besar adalah dengan mandi.

Kedua :  Bersuci batiniah

Bersuci yang bersifat batiniah yaitu menyucikan (membersihkan) jiwa dari segala kotoran batin yang meliputi segala perbuatan dosa dan maksiat seperti ‘ujub, sombong, angkuh, ria, takabbur, dendam, iri, dan lain sebagainya. Cara menyucikan (membersihkan) batiniah  tersebut adalah dengan bertaubat kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, dan memperbanyak berzikir, membaca Al-Qur’an, dan shalat malam (tahajjud).

Semoga bermanfaat

Wallahu a'lam bish-shawwab

Mudah Terenyuh dengan Pesan Kematian

Diantara akhlak salafus shalih adalah, banyak mengambil pelajaran, menangis, dan memperhatikan masalah kematian. Ketika melihat iringan jenazah, mereka langsung ingat pada kematian, perihnya sekarat dan su’ul khatimah (kematian yang buruk). Sampai-sampai hati mereka berguncang saat mengingat hal-hal tersebut.
Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, manakala melihat orang-orang yang mengusung jenazah, ia berkata , “Berangkatlah menuju Rabbmu, kami pasti akan menyusulmu”.
Ketika melihat jenazah, Makhul Ad- Dimasyqi berkata ,”Berangkatlah dulu. Sesungguhnya kamipun memiliki ruh. Ini nasehat yang sangat mengena walau hanya sederhana. Ini juga kelalaian yang buruk; yang pertama (yang meninggal dunia) telah pergi, yang belakang (yang masih hidup) tidak mengambil pelajaran”.
“Kami melihat jenazah, “kata Al A’masy. Namun kami lupa diri tentang siapa yang mewafatkannya. Karena kesedihan telah membutakan manusia”.
Itu semua terjadi karena mereka selalu mengingat saat dirinya menjadi jenazah. Mereka menangis bukan karena mayat orang lain tetapi menangisi diri mereka sendiri.
Sudah selayaknya, orang yang pasti akan mati selalu mengingatnya. Saat kuburan menjadi tempat tidurnya. Cacing tanah menjadi kawannya. Munkar dan Nakir menanyainya. Di kuburan, perut bumi menjadi tempat tinggalnya. Hari kiamat adalah hari yang dijanjikan. Surga dan neraka telah disiapkan. Orang-orang shalih itu, tiada yang mereka pikirkan kecuali hal ini. Sebagai motivasi mereka untuk melakukan persiapan.
Maka mari sadari dan ambil pelajaran. Sebagaimana orang-orang shalih itu mengambil pelajaran. Perbanyak menangis (karena Allah) dan mengoreksi diri. Karena maut datang tanpa permisi. Di sana, ada alam (neraka) yang mengerikan tanpa tergambarkan. Mari kita memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari segala keburukan dunia dan akhirat.
Wallahu a'lam bish-shawwab..

Seorang Pedagang Haruslah Memahami Hakekat Riba

As Subkiy dan Ibnu Abi Bakr mengatakan bahwa Malik bin Anas mengatakan :

فَلَمْ أَرَ شَيْئًا أَشَرَّ مِنْ الرِّبَا ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَذِنَ فِيهِ بِالْحَرْبِ

“Aku tidaklah memandang sesuatu yang lebih jelek dari riba karena Allah Ta’ala menyatakan akan memerangi orang yang tidak mau meninggalkan sisa riba yaitu pada firman-Nya :

فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

“Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu (disebabkan tidak meninggalkan sisa riba).” ( QS. Al Baqarah: 279 )

‘Umar radhiyallahu‘anhu berkata,

لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا

“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.”

‘Ali bin Abi Tholib mengatakan :

مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ

“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.”

Sumber : Mughnil Muhtaj 6/310

Wallahu a'lam bish-shawwab.

ANJURAN MEMBACA AL QURAN DENGAN LISAN ARABIY

Allah menyebut bahasa arab dengan bahasa yang al-Mubin, yang artinya bahasa yang bisa menjelaskan.

Allah ta'alaa berfirman :

بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
“Al-Quran itu turun dengan bahasa arab yang mubin.” (QS. as-Syu’ara: 195).

Kita mengetahui bahwa setiap bahasa memiliki karakteristik dan logat yang berbeda.Contohnya karakteristik dan logat dalam bahasa sunda dan jawa sangat berbeda.

Kita akan mengetahui jenis suku seseorang dengan memperhatikan karakteristik dan logatnya.
Demikian juga dengan bahasa arab juga memiliki karakteristik dan logat yang khas.

Dalam ilmu Qiraat seseorang yang hendak ingin mempelajari tatacara Al Qur'an yang berbahasa Arab salah satunya diharuskan untuk mempelajari karakteristik huruf-huruf  arabiyyah agar bisa mengucapkan kalimat dalam al quran dengan fasih.

Berkata Imam Ibnu Al Jazariy :

إذْ وَاجِــبٌ عَلَـيْـهِـمُ مُـحَـتَّــمُ                                                       قَـبْـلَ الـشُّـرُوعِ أَوَّلاً أَنْ يَعْـلَـمُـوا
مَـخَـارِجَ الْـحُـرُوفِ وَالـصِّـفَـاتِ                                               لِيَلْـفِـظُـوا بِـأَفْـصَـحِ الـلُّـغَــاتِ     

“Diharuskan bagi para pembaca al quran hendaknya mereka mempelajari cara membaca huruf-huruf (arobiyyah) dengan pengucapan yang benar sesuai letak makhraj dan sifatnya agar bisa mengucapkan huruf-huruf  itu dengan sefasih-fasihnya bahasa (arab)”
                
Membaca Al Quran dengan logat arab yang fasih adalah cara membaca yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu'alahi wa sallam :

اقْرَءُوا الْقُرْءَانَ  بِلُحُوْنِ ا لْعَرَبِ وَاصْوَاتِهَا

“Bacalah Al Quran dengan dialek orang arab dan suara-suaranya yang fasih” ( HR. Thabrani )

Bahkan Allah ta’ala sangat menyukai jika al quran dibaca Sebagaimana al quran diturunkan :

وَعَنْ زَيْدُ بْنُ ثاَبِتْ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ كَمَا أُنْزِلَ

Dari Zaid bin Tsabit, dari Rasulullah shalallahu'alahi wa sallam :“Sesungguhnya Allah menyukai Al Quran ini dibaca sebagaimana Al Quran diturunkan”. ( HR. Ibnu Khuzaimah )

Bagi kita orang non arab berhati-hatilah jangan sampai membaca al-Qur'an dengan logat orang indonesia , sunda, jawa dll.

Akhuukum fillaah Ganjar Abu Muhammad
Sumber : Kajian Tajwid Online

Qadha Puasa Ramadhan, di Ramadhan Berikutnya

Pertanyaan : kalo puasa ramadhan belum di qodho di gnti smpe ramadhan berikutnya gmna itu pernh dnger ktnya gak di trima klo msih ada utang puasa . syukron mohon penjelasannya.

Jawab : Sebagian ulama memberikan rincian ketika Seseorang belum mengqadha puasa ramadhan hingga datang ramadhan berikutnya.

- Pertama : menunda qadha karena udzur, misalnya kelupaan, sakit, hamil, atau udzur lainnya. Dalam kondisi ini, dia hanya berkewajiban qadha tanpa harus membayar kaffarah. Karena dia menunda di luar kemampuannya.

- Kedua : sengaja menunda qadha hingga masuk ramadhan berikutnya, tanpa udzur atau karena meremehkan.

Ada 3 hukum untuk kasus ini :

1) Hukum qadha tidak hilang. Artinya tetap wajib qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan berikutnya. Ulama sepakat akan hal ini.

2) Kewajiban bertaubat. Karena orang yang secara sengaja menunda qadha tanpa udzur hingga masuk ramadhan berikutnya, termasuk bentuk menunda kewajiban, dan itu terlarang. Sehingga dia melakukan pelanggaran. Karena itu, dia harus bertaubat.

3) Apakah dia harus membayar kaffarah atas keterlambatan ini? Bagian ini yang diperselisihkan ulama.

A) Pendapat pertama, dia wajib membayar kaffarah, ini adalah pendapat mayoritas ulama.
B) Pendapat kedua, dia hanya wajib qadha dan tidak wajib kaffarah. Ini pendapat an-Nakhai, Abu Hanifah, dan para ulama hanafiyah.

Wallahu a'lam bish-shawwab...

Dijawab oleh Tim Syar'i RQ al-Kautsar

Perbaikilah Anakmu Dengan Ibadah

Oleh : M. Fauzan
Orang yang selalu menjaga Allah ketika masih muda dan kuat, Allah akan selalu menjaganya ketika sudah tua dan lemah. Allah akan menjaga pendengarannya, penglihatannya, kekuatannya dan akalnya.
Dahulu ada sebagian ulama yang usianya melebihi 100 tahun tapi ia masih kuat badannya dan sehat akalnya. Ketika ditanya rahasianya ia menjawab, “Badan ini dulu ketika masih mudah aku selalu menjaganya dari perbuatan maksiat. Maka sekarang Allah menjaganya ketika aku sudah tua.”
Sebaliknya, dulu ada orang yang ketika muda mengabaikan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah, maka Allah pun menjadikannya lemah di usia tua dan akhirnya ia menjadi pengemis.
Adakalanya Allah menjaga orang yang shalih sampai keturunannya, sebagaimana firman Allah, “Dahulu ayah kedua anak ini adalah seorang lelaki yang shalih.” Maksudnya, kedua anak itu dijaga oleh Allah karena keshalihan ayah mereka dahulu.
Dulu, Said bin Al Musayyib mengatakan kepada anaknya, “Nak, aku akan menambah jumlah rakaat shalat sunnahku dengan harapan agar Allah menjagamu.”
Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Setiap orang beriman yang meninggal dunia, pasti Allah selalu menjaga keturunannya.”
Ibnul Munkadir mengatakan, “Sungguh Allah akan menjaga orang yang shalih sampai kepada anaknya, cucunya dan lingkungan sekitarnya. Mereka selalu berada dalam lindungan dan penjagaan Allah.”
Semoga Allah selalu menjaga kita dan menjadikan kita serta keturunan kita orang-orang yang shalih. Aamiin.
Sumber: “Jamiul Ulum wal Hikam” karya Ibnu Rajab Al Hambali.

Tujuan Penciptaan Manusia

Oleh : Utsman Abdurrahman
Alhamdulillah, Para Pembaca yang dirahmati oleh Allah di antara nikmat yang paling berharga yang Allah berikan kepada kita semua adalah Nikmat Sehat dan Nikmat Waktu luang. Karena kedua nikmat ini banyak sekali manusia yang lalai terhadapnya. Sebagaiamana dalam hadits di sebutkan oleh Rasulullah shalallahu’alahi wassalam : ”Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)
Oleh karenanya sebelum Allah mencabut dua kenikmatan tersebut, marilah kita gunakan sebaik mungkin agar kehidupan kita sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (saja)” (QS.Adz-Dzaariyaat: 56).
Dalam ayat di atas Allah menyebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah saja, artinya tidaklah ibadah itu disebut dengan ibadah kecuali disertai dengan Tauhid. Sebagaimana Shalat, tidaklah disebut dengan shalat kecuali disertai dengan bersuci. Oleh karena itulah, jika syirik mencampuri ibadah, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana hadats bila mencampuri kesucian.
Itulah tujuan penciptaan manusia, untuk beribadah kepada Allah dengan disertai ketauhidan. Karena Tauhid adalah sikap dasar seorang muslim yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan dipatuhi segara perintah dan larangan-Nya. Tauhid juga menjadikan seorang muslim hanya menjadikan Allah sebagai tujuan.
Secara harfiyah, tauhid artinya “satu”, yakni Tuhan yang satu, tiada Tuhan selain-Nya (keesaan Allah). Tauhid terangkum dalam kalimat tahlil, yakni Laa Ilaaha Illaallaah (tiada Tuhan selain Allah).
Tauhid menjadi inti ajaran agama para nabi dan rasul, sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir, tidak ada lagi nabi/rasul setelahnya.
Allah Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36).
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiyaa’ : 25).
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 31)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS Az Zumar: 2-3).
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS Al Bayyinah: 5).
Tauhid adalah penopang utama yang memberikan semangat dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Orang yang bertauhid akan beramal untuk dan hanya karena Allah ‘azza wa jalla saja. Wallahu a’lam bish-shawwab
Disarikan dari berbagai sumber.

Hidup dalam Naungan al-Qur'an

Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah kenikmatan yang tidak bisa diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya. Kenikmatan hidup di bawah naungan Al-Qur’an itulah yang menyebabkan para Sahabat, Tabiin, Tabiittabiin dan generasi Islam sepanjang masa mampu menikmati hidup di dunia yang sementara ini dengan sangat produktif dan penuh amal shaleh.
Bahkan, berbagai ujian dan cobaan yang menimpa mereka disebabkan hidup di bawah naungan Al-Qur’an dan memperjuangkannya mereka rasakan sebagai minhah (anugerah) yang dirasakan manisnya, bukan sebagai mihnah (kesulitan) yang menyebabkan mereka berpaling dan menjauh dari Al-Qur’an. Mereka benar-benar sebagai generasi Qur’ani yang hidup dan mati mereka bersama Al-Qur’an dan untuk Al-Qur’an.
Terdapat perbedaan yang jauh antara generasi Qur’ani dengan generasi yang belum dibentuk karakternya, pemikirannya dan prilakunya oleh Al-Qur’an. Generasi Qur’ani adalah generasi terbaik sepanjang zaman. Generasi yang mampu mengintegrasikan antara ucapan, keyakinan dan perbuatan. Hidup dan matinya untuk Islam dan umat Islam. Setiap langkah hidupnya didasari Al-Qur’an.
Apa yang diperintah Al-Qur’an mereka kerjakan dan apa saja yang dilarang Al-Qur’an mereka tinggalkan. Sebab itu mereka connected (tersambung) selalu dengan Allah Ta’ala dalam semua ucapan, langkah dan perbuatan. Sedangkan generasi yang bukan atau belum dibentuk Al-Qur’an adalah generasi yang kontradiktif dan paradoks.
Karakter, pemikiran dan prilakunya bertentangan dengan Al-Qur’an, kendati mereka hafal Al-Qur’an, memahami kandungan Al-Qur’an, fasih berbahasa Al-Qur’an dan bahkan mungkin juga membagi-bagikan Al-Qur’an kepada masyarakat dengan gratis.
Oleh sebab itu, tidak heran jika situasi dan kondisi yang dialami oleh generasi Qur’ani sangat jauh berbeda dengan sitauasi dan kondisi yang dialami oleh generasi yang bukan terbentuk berdasarkan Al-Qur’an. Generasi Qur’ani adalah generasi yang cemerlang. Generasi yang semua potensi hidup yang Allah berikan pada mereka dicurahkan untuk meraih kesuksesan di Akhirat, yakni syurga Allah. Dunia dengan segala pernak pernikya, di mata mereka, tak lain adalah sarana kehidupan yang hanya dicicipi sekedar kebutuhan.
Allah menjelaskan :
لَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (179)
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf : 179)
Agar kita dan generasi kita tidak seperti yang digambarkan dan diprediksi ayat di atas, kita dan generasi kita haruslah hidup di dunia ini di bawah naungan Al-Qur’an. Al-Qur’an itu telah memuliakan orang-orang yang tadinya hina seperti yang terjadi pada generasi Sahabat dan seterusnya. Al-Qur’an itu telah meninggikan derajat orang-orang yang tadinya budak dan hamba sahaya seperti yang dialami oleh Bilal Bin Rabah dan sebagainya.
Al-Qur’an itu telah memerdekakan orang-orang yang tadinya terjajah oleh penguasa zhalim dan para pengusaha curang seperti yang dialami oleh kaum Muslimin Makah dan sebagainya. Al-Qur’an itu telah berhasil membawa manusia yang tadinya hidup tersesat kepada jalan hidup yang lurus, yang penuh berkah seperti yang dialami oleh kalangan Muhajirin, Anshor dan generasi berikutnya.
Al-Qur’an itu telah berhasil memberikan pencerahan kepada manusia terkait dahsyatnya kehidupan akhirat, di mana sebelum mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an mereka hanya mengetahui kehidupan dunia. Bahkan Al-Qur’an itu telah pula berhasil menjelaskan hakikat Tuhan Pencipta, hakikat alam semesta, hakikat manusia, hakikat kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang sukses dalam mewujudkan generasi Islam, generasi masa depan yang diharapkan. Semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Shalallahu'alahi wa sallam, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin…
Disadur dari sebuah ceramah tertulis :Ustadz Mashadi

Profile Rumah Qur'an al-Kautsar

PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG

Bismillahirrohmanirrohim…

           Sesungguhnya Allah Subhannahu wa ta’ala menciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Nya, Allah Subhannahu wa ta’ala menurunkan manusia ke muka bumi adalah untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi ini. Syarat seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berilmu pengetahuan (ulil albab), berakhlaqul karimah dan memiliki jiwa kepemimpinan.,Tanggung jawab pendidikan yang meliputi pendidikan keimanan, moral, fisik dan akal merupakan tugas pendidik dan orang tua. Pendidikan keimanan adalah sebagai penanaman pondasi dan tanggung jawab, pendidikan fisik atau jasmani merupakan persiapan dan pembentukan, dan pendidikan moral merupakan penanaman dan pembiasaan. Sedangkan pendidikan rasio atau akal merupakan peyadaran, pembudayaan, dan pengajaran. Keempat pendidikan tersebut saling berkaitan erat dalam proses pembentukan pendidikan secara integral dan sempurna, untuk membangun umat menjadi manusia yang konsisten dan siap melaksanakan kewajiban, rísalah dan tanggung jawab. Alangkah indahnya iman jika dibarengi dengan pemikiran yang cerdas, dan alangkah mulianya akhlak jika dibarengi dengan kesehatan fisik. Umat ini tak kan lagi menjadi bagian dari kumpulan manusia yang hanya tampak banyaknya saja namun juga penuh karya dalam hidupnya dengan pondasi keimanan dan ketaqwaan yang kokoh dan mantap. Hal ini menjadi sebuah beban yang berat jika upaya penyiapan pembinaan ummat ini hanya dilakukan oleh segelintir orang namun akan terasa lebih ringan dan indah jika dilaksanakan secara berjamaah dan melibatkan semua unsur yang bertanggung jawab atas kondisi umat, baik dari pihak masyarakat yang memiliki keperdulian pada pembinaan umat, lembaga, ulama serta semua unsur pendidikan dan lembaga umat yang bekerjasama kompak didalamnya. Sebagaimana Allah ta’alaa berfiman : “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( Qs. Al Mujadilah ; 11 )

Ø  RUMAH QUR’AN AL-KAUTSAR

            Rumah Qur’an Al-Kautsar merupakan salah satu Rumah Belajar yang didirikan berlatarbelakang dari keprihatinan terhadap kondisi umat yang masih saja dalam kondisi yang belum mampu exis, mandiri dan menjadi solusi di negeri ini, apalagi jika kita menengok kondisi sekolah yang berkwalitas akan tetapi dengan biaya yang sangat mahal. Dengan melihat akan kondisi yang seperti ini kami ingin sekiranya berpartisipasi untuk kemajuan dalam pendidikan Umat Islam. Umat yang kaya akan ilmu syar’I dan berakhlaqul karima adalah sebuah cita-cita kami dan kelak akan menjadi kebanggaan umat , serta dapat mendidik umat seterusnya. 
Rumah Qur’an Al-Kautsar  didirikan sejak November 2017 ini telah membina sebanyak enam santri putra yang mereka semua telah banyak mendapatkan pengajaran Ilmu tentang Al Qur’an dan Bahasa Arab serta telah menghafal sejumlah Hadits Arba’in An-Nawawiyah. Meskipun kami saat ini belum memiliki bangunan sendiri akan tetapi kami berusaha untuk tetap menjaga efektifnya kegiatan harian kami.



( Rumah Qur’an Al-Kautsar, Kec. Pamulang, Kota Tang-Sel )





PROFIL RUMAH QUR’AN AL-KAUTSAR


1. NAMA LEMBAGA

Nama Lembaga            : Rumah Qur’an Al-Kautar

Kegiatan Pendidikan Unggulan :

1.  HIFDZUL QUR’AN
2.  BAHASA ARAB
3.  TAHSINUL QUR’AN
4.  KAJIAN KITAB
5.  HIFDZUL HADITS
6.  BELADIRI
7. HIFDZUL MATN KITAB ULAMA

2. DOMISILI

Jln. Maruga 1 Perumahan Taman Fasko Blok C6, Kec. Pamulang, Kota Tanggerang Selatan
Email ; rumahquran.alkautsar@gmail.com
Tlfn ; 085295122008

3. VISI, MISI & MOTTO

VISI :
Mendorong terciptanya umat yang berakhlak mulia, mandiri dan memiliki daya saing berlandaskan iman, taqwa dan  ilmu pengetahuan.

MISI :
- Mencetak generasi Rabbani yang telah Hafal Al Qur’an
- Mengembangkan potensi generasi yang berakhlak mulia, mandiri dan berdaya saing berlandaskan iman, ilmu dan amal.
- Memberdayakan umat dalam mewujudkan kesalihan individu dan kesalihan sosial melalui pemahaman ajaran islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Shalallahu’alahi wa salam.
- Mendorong terciptanya kehidupan sosial masyarakat yang berakhlak mulia.
- Mengembangkan layanan jasa yang terintegrasi dengan pendidikan.


MOTTO :
Berakhlak mulia dalam membangun kesejahteraan umat.

4. STRUKTUR RUMAH QUR’AN AL-KAUTSAR

Ketua  `                                               : M. Lukman
Sekretaris                                            : S. Mulyadin
Bendahara                                           :
U Wardah

Bidang Pendidikan                             : G. Ramadhan
Bidang Dakwah dan Sosial                : Amru
Bidang Ekonomi dan Kerjasama        : Arman Karyawan
Bidang IT dan Komunikasi                : A. Ferdinan
Bidang Penelitian & Pengembangan  : D. Nugroho

5. REKENING RUMAH QUR’AN

BANK CENTRA ASIA ; 4730-408-965
ATAS NAMA ; MUHAMAD YUSUF

6. KEGIATAN
HARIAN RUMAH QUR’AN

Senin sd Kamis :
* 03.00 sd 03.30                     = Qiyamulail
* 03.30 sd Subuh                   = Menghafal Al-Qur'an
* Subuh sd 05.00                   = Dzikir Pagi
* 05.00 sd 06.00                     = Menghafal Al-Qur'an
* 06.00 sd 07.00                     = Belajar Tajwid
* 07.00 sd 09.00                     = MCK
* 09.00 sd 10.00                     = Sabaq ( Setoran Hafalan Baru )
* 10.00 sd 11.00                     = Bahasa Arab
* 11.00 sd 13.00                     = Istirahat ( Shalat Dhuhur & Makan Siang )
* 13.00 sd 14.30                     = Sabaqi ( Setoran Hafalan Lama Berpasangan )
* 14.30 sd 16.45                     = Istirahat, Shalat Ashar, Dzikir Petang & Hafalan Hadits
* 16.45 sd Maghrib               = Istirahat & Shalat Maghrib
* Ba'da Maghrib sd Isya'     = Kajian ( At-Tibyan atau Riyadhush Sholihin )
* Ba'da Isya sd 21.00            = Manzil ( Muraja’ah Sendiri )

Jum'at :
* 03.00 sd 03.30                     = Qiyamulail
* 03.30 sd Subuh                   = Menghafal Al-Qur'an
* Subuh sd 05.00                   = Dzikir Pagi
* 05.00 sd 06.00                     = Menghafal Al-Qur'an
* 06.00 sd 07.00                     = Belajar Tajwid
* 07.00 sd 09.00                     = MCK
* 09.00 sd 10.00                     = Sabaq ( Setoran Hafalan Baru )
* 10.00 sd 13.00                     = Istirahat, Persiapan Shalat Jum'at & Makan Siang.
* 13.00 sd 14.30                     = Sabaqi ( Setoran Hafalan Lama Berpasangan )
* 14.30 sd 16.45                     = Istirahat, Shalat Ashar, Dzikir Petang & Hafalan Hadits
* 16.45 sd Maghrib               = Istirahat & Shalat Maghrib
* Ba'da Maghrib sd Isya'     = Kajian ( At-Tibyan atau Riyadhush Sholihin )
* Ba'da Isya sd 21.00            = Manzil ( Muraja’ah Sendiri )

Sabtu :
* 03.00 sd 03.30                     = Qiyamulail
* 03.30 sd Subuh                   = Tikrar
* Subuh sd 05.00                   = Dzikir Pagi
* 05.00 sd 06.00                     = Tikrar
* 06.00 sd 07.00                     = Belajar Tajwid
* 07.00 sd 07.30                     = Istirahat ( Kue Ringan )
* 07.30 sd 10.00                     = Olahraga
* 10.00 sd 13.00                     = Istirahat
* 13.00 sd Ashar                    = Tikrar
* Ba'da Ashar sd 16.45         = Dzikir Petang &  Hafalan Hadits
* 16.45 sd Maghrib               = Istirahat & Shalat Maghrib
* Ba'da Maghrib sd Isya'     = Kajian ( At-Tibyan atau Riyadhush Sholihin )
* Ba'da Isya sd 21.00            = Tikrar ( Muraja’ah Hafalan Sepekan )

Ahad :
* 03.00 sd 03.30                     = Qiyamulail
* 03.30 sd Subuh                   = Tikrar
* Subuh sd 05.00                   = Dzikir Pagi
* 05.00 sd 07.00                     = Tikrar
* 07.00 sd 21.00                     = Free ( Libur )

KEGIATAN TERLAMPIR

( Halaqah Qur’an )

LANDASAN
Firman Allah ta’alaa dalam Al-Qur’an "Kamu adalah sebaik-baiknya umat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan kamu beriman kepada Allah".
(QS. Al-Imran :110)

TUJUAN
Membangun sebuah peradaban mulia dengan membentuk generasi mulia berkarakter dan berakhlakul karimah memiliki mental muslim yang syamil serta memiliki profesionalisme dalam pengembangan syari’ah.



ANGGARAN BIAYA YANG KSMI BUTUHKAN TIAP BULANNYA

1. Biaya Makan Sehari-hari                                         : 5.000.000,-
2. Biaya Obat-obatan                                                  : 1.000.000,-
3. Biaya Air Minum                                                     : 200.000,-
4. Biaya Sewa Tempat                                                 : 1.000.000,-
5. Biaya Listrik                                                            : 250.000,-
6. Mukafa’ah Bulanan Staf                                          : 3.000.000,-
7. Media Transportasi                                                 : 500.000,-

                T O T A L                                                  :   10.950.000,-



- Jumlah total pengeluaran bulanan : Sepuluh Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah
- Jumlah total pengeluaran tahunan : Seratus Tiga Puluh Satu Juta Empat Ratus Ribu Rupiah

Demikianlah penjelasan tentang kami, semoga dengan adanya kami dapat menjadi solusi bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Semoga...