Minggu, 01 April 2018

ADAB BERTANYA DALAM MAJLIS ILMU

Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ

“Tidakkah mereka bertanya, ketika mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak mengertian adalah bertanya." ( Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud )

Dan berkata Al Khathib Al Baghdadi rahimahullah : ”Sepatutnyalah rasa malu tidak menghalangi seseorang dari bertanya tentang kejadian yang dialaminya.” ( Al Faqih Wa Mutafaqqih: 1/143 )

Oleh karenanya meskipun bertanya adalah sebuah obat kebodohan maka perlu sekiranya mengulas tentang Adab-adab dalam bertanya. Dikarenakan banyak dikalangan Kaum Muslimin belum memahami akan hal tersebut. Berikut beberapa Adab bertanya yang perlu kita ketahui :

1) Bertanya perkara yang tidak diketahuinya dengan tidak bermaksud menguji.

Sebagaimana Allah berfirman :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” ( QS An Nahl : 43 )

Dalam ayat ini Allah Ta'ala menyebutkan syarat dalam mengajukan pertanyaan adalah karena tidak tahu. Sehingga seseorang yang tidak tahu bertanya sampai diberi tahu. Namun demikian seseorang yang telah mengetahui suatu perkara diperbolehkan bertanya tentang perkara tersebut, dengan tujuan untuk memberikan pengajaran kepada orang yang ada di majelis tersebut. Sebagaimana yang dilakukan Jibril 'alaihissalam kepada Rasulullah  shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits Jibril yang masyhur.

2) Tidak boleh menanyakan sesuatu yang tidak dibutuhkan, yang jawabannya dapat menyusahkan penanya atau menyebabkan kesulitan bagi kaum muslimin.

Hal ini dinyatakan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya :

وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema’afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” ( QS. Al Maidah : 101 )

Dan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam juga bersabda :

إِنَّ أَعْظَمَ المُسْلِمِينَ جُرْمًا، مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ.

"Seorang Muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya sesuatu yang tidak diharamkan, lalu diharamkan karena pertanyaannya." ( Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad )

Oleh karena itulah para sahabat dan tabi’in tidak suka bertanya tentang sesuatu kejadian sebelum terjadi.

Rabi’ bin Khaitsam rahimahullah berkata :

“Wahai Abdullah, apa yang Allah berikan kepadamu dalam kitabnya (ilmu) maka syukurilah, dan yang Allah tidak berikan kepadamu, maka serahkanlah kepada orang ‘alim dan jangan mengada-ada.

Karena Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya :

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ, إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ, وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ.

Katakanlah (hai Muhammad) : ”Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. Al Qur’an ini, tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an setelah beberapa waktu lagi”. ( QS Shad : 86-88 / Lihat Jami’ Bayanil ‘ilmi Wa Fadhlihi : 2/136)

3) Diperbolehkan bertanya kepada seorang ‘alim tentang dalil dan alasan pendapatnya.

Hal ini disebagaimana yang dikatakan oleh Al Khathib Al Baghdadi, beliau rahimahullah berkata : “Jika seorang ‘alim menjawab satu permasalahan, maka boleh ditanya apakah jawabannya berdasarkan dalil ataukah pendapatnya semata”. ( Al Faqih Wal Mutafaqqih 2/148 )

4) Diperbolehkan bertanya tentang ucapan seorang ‘alim yang belum jelas.

Hal ini berdasarkan dalil hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu, beliau berkata :

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً، فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ ، قُلْنَا: وَمَا هَمَمْتَ؟ قَالَ: هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Saya shalat bersama Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam, lalu beliau memanjangkan shalatnya sampai saya berniat satu kejelekan. Kami bertanya kepada Ibnu Mas’ud : “Apa yang engkau niatkan?” Beliau menjawab : “Saya ingin duduk dan meninggalkannya”. ( Riwayat Bukhari dan Muslim )

5) Jangan bertanya tentang sesuatu yang telah engkau ketahui jawabannya, untuk menunjukkan kehebatanmu dan melecehkan orang lain.

6) Tidak mengadu domba di antara ahli ilmu seperti mengatakan : Tapi ustadz fulan (dengan menyebut namanya) mengatakan demikian. Maka yang demikian termasuk kurang beradab. Kalau memang harus bertanya, maka hendaklah mengatakan : "Apa pendapatmu tentang ucapan ini?" Tanpa menyebut nama orang yang mengucapkan.... ( Lihat Hilyah Thalibil Ilmi, Syaikh Bakr Abu Zaid )

Demikianlah beberapa adab dalam bertanya yang perlu kita ketahui. Semoga Allah senantiasa memberikan kita Taufiq dan memudahkan semua urusan kita dalam menuntut ilmu.

Wallahu a'lam bish-shawwab.