Minggu, 01 April 2018

ADAB BERTANYA DALAM MAJLIS ILMU

Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ

“Tidakkah mereka bertanya, ketika mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak mengertian adalah bertanya." ( Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud )

Dan berkata Al Khathib Al Baghdadi rahimahullah : ”Sepatutnyalah rasa malu tidak menghalangi seseorang dari bertanya tentang kejadian yang dialaminya.” ( Al Faqih Wa Mutafaqqih: 1/143 )

Oleh karenanya meskipun bertanya adalah sebuah obat kebodohan maka perlu sekiranya mengulas tentang Adab-adab dalam bertanya. Dikarenakan banyak dikalangan Kaum Muslimin belum memahami akan hal tersebut. Berikut beberapa Adab bertanya yang perlu kita ketahui :

1) Bertanya perkara yang tidak diketahuinya dengan tidak bermaksud menguji.

Sebagaimana Allah berfirman :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” ( QS An Nahl : 43 )

Dalam ayat ini Allah Ta'ala menyebutkan syarat dalam mengajukan pertanyaan adalah karena tidak tahu. Sehingga seseorang yang tidak tahu bertanya sampai diberi tahu. Namun demikian seseorang yang telah mengetahui suatu perkara diperbolehkan bertanya tentang perkara tersebut, dengan tujuan untuk memberikan pengajaran kepada orang yang ada di majelis tersebut. Sebagaimana yang dilakukan Jibril 'alaihissalam kepada Rasulullah  shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits Jibril yang masyhur.

2) Tidak boleh menanyakan sesuatu yang tidak dibutuhkan, yang jawabannya dapat menyusahkan penanya atau menyebabkan kesulitan bagi kaum muslimin.

Hal ini dinyatakan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya :

وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema’afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” ( QS. Al Maidah : 101 )

Dan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam juga bersabda :

إِنَّ أَعْظَمَ المُسْلِمِينَ جُرْمًا، مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ.

"Seorang Muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya sesuatu yang tidak diharamkan, lalu diharamkan karena pertanyaannya." ( Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad )

Oleh karena itulah para sahabat dan tabi’in tidak suka bertanya tentang sesuatu kejadian sebelum terjadi.

Rabi’ bin Khaitsam rahimahullah berkata :

“Wahai Abdullah, apa yang Allah berikan kepadamu dalam kitabnya (ilmu) maka syukurilah, dan yang Allah tidak berikan kepadamu, maka serahkanlah kepada orang ‘alim dan jangan mengada-ada.

Karena Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya :

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ, إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ, وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ.

Katakanlah (hai Muhammad) : ”Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. Al Qur’an ini, tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an setelah beberapa waktu lagi”. ( QS Shad : 86-88 / Lihat Jami’ Bayanil ‘ilmi Wa Fadhlihi : 2/136)

3) Diperbolehkan bertanya kepada seorang ‘alim tentang dalil dan alasan pendapatnya.

Hal ini disebagaimana yang dikatakan oleh Al Khathib Al Baghdadi, beliau rahimahullah berkata : “Jika seorang ‘alim menjawab satu permasalahan, maka boleh ditanya apakah jawabannya berdasarkan dalil ataukah pendapatnya semata”. ( Al Faqih Wal Mutafaqqih 2/148 )

4) Diperbolehkan bertanya tentang ucapan seorang ‘alim yang belum jelas.

Hal ini berdasarkan dalil hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu, beliau berkata :

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً، فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ ، قُلْنَا: وَمَا هَمَمْتَ؟ قَالَ: هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Saya shalat bersama Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam, lalu beliau memanjangkan shalatnya sampai saya berniat satu kejelekan. Kami bertanya kepada Ibnu Mas’ud : “Apa yang engkau niatkan?” Beliau menjawab : “Saya ingin duduk dan meninggalkannya”. ( Riwayat Bukhari dan Muslim )

5) Jangan bertanya tentang sesuatu yang telah engkau ketahui jawabannya, untuk menunjukkan kehebatanmu dan melecehkan orang lain.

6) Tidak mengadu domba di antara ahli ilmu seperti mengatakan : Tapi ustadz fulan (dengan menyebut namanya) mengatakan demikian. Maka yang demikian termasuk kurang beradab. Kalau memang harus bertanya, maka hendaklah mengatakan : "Apa pendapatmu tentang ucapan ini?" Tanpa menyebut nama orang yang mengucapkan.... ( Lihat Hilyah Thalibil Ilmi, Syaikh Bakr Abu Zaid )

Demikianlah beberapa adab dalam bertanya yang perlu kita ketahui. Semoga Allah senantiasa memberikan kita Taufiq dan memudahkan semua urusan kita dalam menuntut ilmu.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Jumat, 16 Februari 2018

Hukum Menjual Tanah Wakaf

# Pertanyaan #
Bolehkah menjual tanah wakaf yang tidak memungkinkan dibangun masjid apalagi pesantren? Mohon solusinya?

# Jawaban #
Pada prinsipnya, wakaf tidak boleh dijual. Dan tidak juga dijumpai adanya perbedaan ulama bahwa barang wakaf tidak boleh dijual. Selain riwayat  dari Abu Hanifah, meskipun tidak disetujui murid-muridnya selain Zufar bin Hudzail.

At-Thahawi menceritakan bahwa Abu Yusuf – murid Abu Hanifah – membolehkan menjual wakaf. Kemudian beliau mendengar hadits tentang Saran Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam kepada Umar, beliau shallallahu‘alaihi bersabda :

تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ ، لاَ يُبَاعُ وَلاَ يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ ، وَلَكِنْ يُنْفَقُ ثَمَرُهُ

Sedekahkan tanah itu, namun tidak boleh dijual, dihibahkan, diwariskan. Akan tetapi dimanfaatkan hasilnya. ( HR. Bukhari 2764 )

Lalu beliau -  Abu Yusuf  - menyatakan ;

هذا لا يسع أحدا خلافه ولو بلغ أبا حنيفة لقال به فرجع عن بيع الوقف حتى صار كأنه لا خلاف فيه بين أحد

“Tidak boleh ada seorangpun yang tidak mengikuti hadis ini. Andai Abu Hanifah mendengar hadis ini, niscaya beliau akan berpendapat sesuai hadis ini, sehingga menarik kembali pendapat bolehnya menjual wakaf. Jadilah seolah tidak ada perbedaan antar siapapun.” ( Fathul Bari, 5/403 )

Namun bagaimana jika wakaf itu tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan, inilah yang menjadi perhatian besar ulama dalam masalah wakaf. Karena ketika kita melihat definisi wakaf menurut istilah, wakaf didefinisikan dengan :

حبس الاصل وتسبيل الثمرة. أي حبس المال وصرف منافعه في سبيل الله

Upaya mempertahankan fisik harta dan menjadikan hasilnya fi sabilillah. Artinya, menjaga keutuhan harta yang diwakafkan dan mengambil manfaatnya untuk di jalan Allah. ( Fiqhus Sunah, Sayid Sabiq, 3/515 )

Oleh karenanya ada penjelasan yang cukup rinci, yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa, terdapat beberapa keadaan objek wakaf yang tidak bisa dimanfaatkan ;

[1] Objek wakaf yang sama sekali tidak bisa diselamatkan. Seperti wakaf binatang lalu binatang itu mati.

[2] Objek wakaf sudah rusak namun masih tersisa beberapa bagian yang memungkinkan untuk diuangkan. Seperti pohon yang tidak berbuah, atau masjid yang bangunannya sudah roboh. Benda semacam ini dijual untuk dibelikan objek yang semisal.

[3] Barang yang terancam rusak dan jika tidak  dijual akan hilang nilainya. Barang semacam ini boleh dijual untuk dimanfaatkan hasilnya. Misal, tikar masjid yang tidak dipakai, dan mulai rusak. Jika dibiarkan saja akan semakin rusak dan tidak ada nilai manfaat dan nilai jual-nya.

[4] Objek wakaf tidak berfungsi di masjid A, namun bisa berfungsi di masjid B. Maka objek wakaf ini dipindah agar bisa dimanfaatkan.

[5] Jika masjidnya tidak cukup menampung jamaahnya, atau tidak layak untuk dimanfaatkan, maka boleh dijual dan hasilya digunakan untuk membangun masjid yang lain. ( Majmu’ Fatawa, 31/226 )

Demikianlah padangan penulis, dalam masalah wakaf. Apakah boleh dijual, yang mana hasilnya bisa di manfaatkan untuk wakaf yang lain. Sekitarnya wakaf tersebut bisa lebih bermanfaat untuk wakaf yang lain, maka diperbolehkan untuk dijual karena tujuan besar dari wakaf adalah tasbil al-Manfaah, bagaimana menggunakan manfaat benda untuk di jalan Allah.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Jumat, 09 Februari 2018

WakafTanah Untuk Pembangunan Rumah Qur'an al-Kautsar

Sungguh betapa besar dan manfaatnya bagi Kaum Muslimin ketika muncul orang-orang yang mewakafkan hartanya untuk mendirikan pondok pesantren atau tempat pendidikan yang mengajarkan hafalan al-Qur’an kepada anak-anak kaum muslimin, ilmu tajwid, dan mempelajari kandungannya. Begitu pula ketika orang-orang mewakafkan hartanya untuk operasional belajar-mengajar di pondok-pondok pesantren dan membantu memenuhi kebutuhan para pengajar. Tidak mustahil, nantinya akan bermunculan ma’had-ma’had yang tidak lagi memungut biaya bagi yang belajar di sana.

Oleh karena itu, kita dapatkan para sahabat adalah orang-orang yang sangat bersemangat mewakafkan hartanya. Kita bisa melihat bagaimana sahabat Umar bin al-Khaththab, Beliau memiliki tanah yang sangat bernilai bagi beliau karena hasil dan manfaatnya yang begitu besar. Namun, beliau menginginkan harta itu untuk akhiratnya.

Beliau menghadap Nabi Shallallaahu‘alaihi Wasallam untuk meminta petunjuk tentang hal tersebut. Nabi Shallallaahu‘alaihi Wasallam menyarankan agar Umar menyedekahkannya. Sedekah tanpa dijual, ditukar, atau dipindah, yaitu dengan memanfaatkan tanah tersebut dan hasilnya disedekahkan untuk fakir miskin dan yang lainnya, sedangkan tanahnya ditahan. Tanah itu tidak bisa diambil lagi oleh pemiliknya, tidak boleh dibagikan untuk ahli warisnya, serta tidak boleh dijual dan dihibahkan.

Termasuk wakaf yang dilakukan oleh para sahabat adalah apa yang disebutkan oleh sahabat Utsman bin ‘Affan. Ketika Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam datang di kota Madinah dan tidak menjumpai air yang enak rasanya selain air sumur yang dinamai Rumah, beliau Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ. فَاشْتَرَيْتُهَا مِنْ صُلْبِ مَالِي

“Tidaklah orang yang mau membeli sumur Rumah kemudian dia menjadikan embernya bersama ember kaum muslimin (yaitu menjadikannya sebagai wakaf dan dia tetap bisa mengambil air darinya) itu akan mendapat balasan lebih baik dari sumber tersebut di surga.” Utsman mengatakan, “Aku pun membelinya dari harta pribadiku.” ( HR. at-Tirmidzi )

Bahkan, sahabat Jabir Radhiallaahu‘anhu sebagaimana dinukilkan dalam kitab al-Mughni mengatakan ,

لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ذُوْ مَقْدَرَةٍ إِلاَّ وَقَفَ

“Tidak ada seorang pun di antara para sahabat Nabi yang memiliki kemampuan (untuk berwakaf) melainkan dia akan mengeluarkan hartanya untuk wakaf.”

Sebelumnya, tentu saja adalah panutan umat, Rasulullah Shallallaahu‘alaihi Wasallam. Beliau adalah suri teladan dalam seluruh kebaikan, termasuk wakaf. Sahabat ‘Amr ibn al-Harits mengatakan,

مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ عِنْدَ مَوْتِهِ دِرْهَمًا وَلاَ دِينَارًا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ أَمَةً وَلاَ شَيْئًا إِلاَّ بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ وَسِلاَحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً

“Setelah Rasulullah Shallallaahu‘alaihi Wasallam wafat, beliau tidak meninggalkan dirham, dinar, dan budak lelaki atau perempuan. Beliau hanya meninggalkan seekor bighal (yang diberi nama) al-Baidha’, senjata, dan tanah yang telah beliau jadikan sebagai sedekah.” ( HR. al-Bukhari )

Oleh karenanya melihat dari manfaatnya bagi Kaum Muslimin, maka ganjaran yang Allah berikanpun kepada Para Pewakaf sesuatu yang besar yakni mengalirnya pahala yang terus menerus meskipun si Pewakaf telah tiada. Dan pada kesempatan ini kami selaku Pengelola Rumah Qur'an al-Kautsar mengajak Kepada Segenap Kaum Muslimin yang memiliki banyak harta, untuk sedikitnya menyisihkan untuk Pembebasan Lahan dalam Rangka Pembangunan Rumah Qur'an al-Kautsar.

# Donasi Yang Kami Butuhkan adalah sebesar Rp. 175.000.000,-

# Dan Donasi Yang Telah Terkumpul sampai saat ini sebesar Rp. 27.643.000,-

# Dan masih membutuhkan bantuan dana sebesar Rp. 147.357.000,-

Donasi Dapat disalurkan melalui Rekening WakafTanah :

Bank Central Asia ( BCA )
No. Rekening : 06-700-29-123
A/N SUGENG MULIADIN

Atau bisa langsung datang ke Kantor Sekertariat : Jln. Maruga 1 Perumahan Taman Fasko Blok C6 No.23 RT03/RW.12 Kec. Pamulang, Kota Tanggerang Selatan, Banten.

More Info :
0813-1756-0970 Ust. Lukman Abu Wardah
0852-9512-2008 Utsman Abdurrahman

Seberapapun kecil nilai yang bapak/ibu/saudara-I berikan, dijalan Allah ini, akan sangat bernilai bagi kami, Mari bergegaslah untuk ambil bagian, meraih emas yang melimpah berupa pahala jariyah, yang mengalir tiada henti walau kita telah tiada, sebelum terlambat dan peluang ini telah usai.

Semoga Allah senantiasa memberikan kita Taufiq dan memudahkan semua urusan kita.

Rabu, 07 Februari 2018

Sebab-Sebab Futur dalam Thalabul Ilmi

1) Pertama : Lemahnya semangat dan tekad untuk belajar.

Setiap kali bertambah belajarnya, semestinya bertambah pula semangatnya karena berarti ia telah mendapatkan tambahan ilmu. Dengan demikian ia pun gembira layaknya seorang pedagang yang bergembira ketika mendapatkan keuntungan, sehingga bertambahlah semangat si pedagang tadi untuk meraih nilai keuntungan yang lebih besar.

Demikian pula semestinya bagi penuntut ilmu, selama ia bersungguh-sungguh dan jujur dalam belajar, maka ketika mendapati suatu masalah (pelajaran), semakin bertambahlah keinginannya untuk mendapatkan ilmu.

Adapun orang yang tidaklah menuntut ilmu kecuali hanya untuk mengisi waktu saja, maka sangat rentan untuk tertimpa futur dan rasa malas.

2) Kedua : Syaithan senantiasa berusaha untuk menjadikan penuntut ilmu merasa putus asa.

Syaithan mengatakan, “Perjalanan (belajar) ini masih panjang, tidak mungkin engkau menguasai ilmu sebagaimana para ulama.” Sehingga yang seperti ini menjadikan penuntut ilmu malas dan meninggalkan belajarnya. Ini salah.

Salah seorang ahli tarikh menyebutkan tentang salah seorang imam dalam bidang nahwu. Ketika thalabul ilmi, beliau merasa kesulitan mempelajari ilmu nahwu, sehingga hampir saja beliau tinggalkan ilmu tersebut. Suatu ketika, ia melihat seekor semut naik di sebuah dinding dengan membawa makanan. Setiap kali semut itu berusaha naik, ia terjatuh. Terus menerus semut itu berusaha naik, namun terjatuh hingga terhitung sepuluh kali atau lebih semut itu berusaha naik, tetapi terus saja terjatuh. Akhirnya semut itu berhasil menaiki dinding setelah tentunya merasakan lelah dan rasa berat.

Al-Kisa’i pun mengatakan, “Semut ini telah berusaha dan merasakan beratnya apa yang ia lakukan sehingga berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya. Maka sungguh benar-benar aku akan berusaha dan berusaha.”

Maka Al-Kisa’i pun bersungguh-sungguh mempelajari ilmu nahwu, hingga meraih kedudukan sebagai imam dalam bidang tersebut.

3) Ketiga : Berteman dengan orang yang jelek.

Pertemanan itu memberikan pengaruh terhadap seseorang. Oleh karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendorong kita untuk berteman dengan orang-orang baik. Beliau mengabarkan bahwa teman yang shalih itu seperti penjual minyak wangi misk, yang mungkin engkau dihadiahi minyak tersebut, atau dijual kepadamu, atau setidaknya engkau akan mendapati aroma yang wangi. Sementara teman yang buruk itu seperti tukang tempa (pandai) besi, yang bisa jadi kalau engkau mendekatinya, bajumu akan terbakar, atau bisa jadi engkau akan mencium bau yang tidak sedap.

Masalah pertemanan ini memberikan pengaruh yang besar, sampai-sampai bisa mempengaruhi seseorang, tidak hanya pengaruh untuk meninggalkan thalabul ilmi saja, bahkan juga berpengaruh untuk meninggalkan amalan-amalan ibadah.

4) Keempat : Terlalaikan oleh sesuatu yang menipu dan banyak menyia-nyiakan waktu.

Sekali waktu seseorang pergi jalan-jalan, (tapi ketika sudah menjadi kebiasaan) sebagian orang justru tergoda dan kecanduan untuk melihat pertandingan sepak bola atau yang semisalnya.

5) Kelima : Seseorang tidak merasa bahwa ketika thalabul ilmi, ia seperti seorang mujahid di jalan Allah.

Ini adalah sesuatu yang tidak diragukan, karena thalabul ilmi merupakan upaya untuk menjaga syariat ini dan mengajarkannya kepada manusia.
Tujuan dari seorang mujahid adalah menghalangi pengaruh orang kafir terhadap agama Islam ini, namun seorang thalibul ilmi bisa memberikan manfaat kepada umat seluruhnya.

Benar bahwa terkadang kita katakan kepada seseorang : “Jihad lebih utama bagimu.” Karena memang ia lebih pantas untuk berjihad. Dan terkadang pula kita katakan kepada yang lainnya : “Thalabul ilmi lebih utama bagimu.” Namun yang aku maksudkan adalah bahwa thalabul ilmi itu sendiri lebih utama daripada jihad di jalan Allah.

Allah telah berfirman :

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” ( Qs. At-Taubah : 122 )

Artinya, antara Jihad dan Thalabul Ilmi adalah suatu kesatuan dalam bangunan menuju kejayaan islam, Mujahidin membela Islam dengan tangannya, dan seorang Alim membela islam dengan ilmunya.

Inilah sebab-sebab futur dalam thalabul ilmi yang bisa kami sebutkan. Engkau wahai penuntut ilmi wajib untuk memiliki semangat dan cita-cita yang tinggi, tunggu hasilnya di masa mendatang.

Sesungguhnya dengan keikhlasan niat Engkau kepada Allah, bisa jadi Engkau akan menjadi seorang imam dalam agama Islam ini.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Nasehat Alim teruntuk Para Orangtua

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :

"Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya —belahan hatinya— di dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak menuruti semua keinginan syahwatnya.

Ia menyangka bahwa dengan berbuat demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia telah menghinakannya. Bahkan, dia beranggapan, ia telah memberikan kasih sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, akan engkau dapati bahwa keumumannya bersumber dari orang tua." ( Tuhfatul Maudud hlm. 351 )

Beliau rahimahullah menyatakan pula :

"Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang tua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orang tua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab, 'Wahai ayah, engkau dahulu telah durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut'." ( Tuhfatul Maudud hlm. 337 )

( Diambil dari Huququl Aulad 'alal Aba' wal Ummahat hlm. 8—9, karya asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim al-Bukhari hafizhahullah )

Selasa, 06 Februari 2018

Laporan Donasi WakafTanah Rumah Qur'an al-Kautsar ( Selasa, 06 Februari 2018)

Ayo Bantu...!!! Masih butuh Dana Rp. 147.757.000,- untuk Pembebasan Lahan Tanah Wakaf Rumah Qur'an al-Kautsar.

Alhamdulillah atas izin Allah dan KaruniaNya Kami Pengurus Rumah Qur'an al-Kautsar melaporkan bahwa donasi telah terkumpul sebesar Rp. 27.243.000,- dengan rincian sebagai berikut :

📦 Total Donasi Yang Masuk Pertanggal
🗓 30 Januari sd 31 Januari 2018 : Rp. 11.950.000,-

📦 Total Donasi Yang Masuk Pertanggal
🗓 01 Februari sd 04 Februari 2018 : Rp. 5.690.000,-

🗓 Rincian Pemasukan Donasi Senin, 05 Februari 2018
* Hamba Allah : Rp. 100.000
* Bpk. Irwan : Rp. 1.003.000
* Bpk. Umar : Rp. 500.000
* Bpk. Adria Ananda : Rp. 100.000
* Ibu Yeni : Rp. 50.000
Total Masuk : Rp. 1.753.000,-

🗓 Rincian Pemasukan Donasi Selasa, 06 Februari 2018
* Hamba Allah : Rp. 7.000.000
* Hamba Allah : Rp. 100.000
* Ibu Maulina : Rp. 700.000
* Bp. Iswahyudi : Rp. 50.000
Total Masuk  : Rp. 7.850.00

Untuk itu kami mengajak kembali kepada kaum muslimin dalam menyisihkan Harta Terbaiknya dalam pembebasan lahan untuk pembangunan Rumah Qur'an al-Kautsar.

Karena dana yang kami butuhkan sebesar Rp. 175.000.000,- dan masih membutuhkan dana sebesar Rp. 147.757.000,- Seberapapun kecil nilai yang bapak/ibu/saudara-I berikan, dijalan Allah ini, akan sangat bernilai bagi kami.

Mari bergegaslah untuk ambil bagian, meraih emas yang melimpah berupa pahala jariyah, yang mengalir tiada henti walau kita telah tiada, sebelum terlambat dan peluang ini telah usai.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda :

وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. [ HR Muslim ]

🗳 REKENING DONASI

🏦 BANK CENTRAL ASIA ( BCA )
📟 Kode Bank : 014
💳 No. Rekening : 06-700-29-123
👤 A/N SUGENG MULIADIN

Apabila sudah melakukan transfer dimohon untuk memberikan konfirmasi ke NO 0852-9512-2008 dengan format "Konfirmasi Wakaf#Nama Pengirim#Nominal Donasi#

☎️ INFO LEBIH LANJUT

🏠 Kantor Sekertariat : Jln. Maruga 1 Perumahan Taman Fasko Blok C6 No.23 RT03/RW.12 Kec. Pamulang, Kota Tanggerang Selatan, Banten.

📱 Contact Person :
0813-1756-0970 ( Ust. Lukman Abu Wardah / Mudir RQ al-Kautsar )
0852-9512-2008 ( Utsman Abdurrahman / Bidang Pengembangan )

Semoga Allah senantiasa memberikan kita Taufiq dan memudahkan semua urusan kita.

Sabtu, 03 Februari 2018

UMMU ZUFAR AL-HABASYIYAH RADHYALLAHU ANHUMA ; IA MERAIH JANNAH DENGAN KESABARAN

Jannah atau surga, merupakan sebuah tempat yang sarat dengan kenikmatan. Jannah menjadi idaman setiap orang yang beriman. Kenikmatan di jannah tak pernah terbetik dalam hati manusia, belum pernah terdengar oleh telinga, dan pandangan mata pun tak pernah menikmatinya. Kenikmatannya tak terjangkau oleh indera manusia yang terbatas. Akan tetapi, keberadaannya merupakan haqqun (sebuah kebenaran). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang jannah:

فِيهَا مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

Di dalamnya (jannah) terdapat sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbetik di hati manusia.

Selanjutnya, beliau membaca ayat:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴿١٦﴾ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [as-Sajdah/32: 16-17].

Dalam beberapa hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan sejumlah penghuni surga dari kalangan sahabat, saat mereka masih hidup. Nas`alullah min fadhlihi wa karamihi. Di antara sahabat yang memperoleh kebahagiaan itu ialah Ummu Zufar al-Habasyiyyah. Dahulu, Ummu Zufar sebagai maasyithah (tukang sisir rambut) Khadîjah Radhiyallahu anha. Sepeninggal istri Nabi ini, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam acapkali mengunjungi wanita itu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan usia panjang bagi sahabat wanita ini. Bisa dibuktikan dari seorang Tabi’în, yaitu ‘Athaa` bin Abii Rabaah t yang sempat menjumpai calon penghuni syurga ini berjalan di atas bumi. Tepatnya di Masjidil-Harâm, yaitu saat Ummu Zufar berada di tangga Ka’bah.

Berdasarkan keterangan hadits, ketika berada di Masjidil-Harâm, Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma menawarkan sesuatu kepada ‘Athâ` bin Abi Rabâh.

Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma bertanya, “Maukah engkau aku perlihatkan seorang wanita yang termasuk penghuni surga?”

‘Athâ` menjawab,”Iya, mau.”

Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma menceritakan:

Wanita yang berkulit hitam ini, dulu mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari berkata,

إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي

“Aku terkena penyakit gila (ayan). Aku khawatir auratku tersingkap karenanya. Tolong berdoalah untuk kebaikanku.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (kala itu) menjawab:

إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ

“Kalau engkau mau, bersabarlah saja (dengan penyakit itu), maka engkau akan memperoleh surga. Kalau tidak, aku akan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya menyembuhkanmu”.

Ia menyahut:

أَصْبِرُ فَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ لاَ أَتَكَشَّفَ

“Saya mau bersabar saja. (Tetapi) aku khawatir auratku terlihat (oleh manusia). Karena itu, berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya auratku tidak tersingkap,” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk memenuhi permintaan yang ia perlukann itu. [HR al-Bukhâri, hadits no.5652. Lihat Fat-hul-Bâri, 13/23].

Demikian, salah satu bentuk kesabaran seorang sahabat, sehingga membuahkan surga. Dan dari kisah Ummu Zufar al-Habasyiyyah ini, dapat diambil beberapa pelajaran. [Fat-hul-Bâri (13/25].

1. Keutamaan seseorang yang terkena penyakit gila (ayan), bila ia bersabar.

2. Kesabaran menghadapi musibah dan malapetaka di dunia dapat mendatangkan jannah.

3. Mengambil keputusan yang berat lebih afdhal (utama) daripada memilih rukhsh
bagi seorang yang mengetahui dirinya mampu untuk melakukannya dan tidak lemah (malas).

4. Hadits atau riwayat ini juga mengandung dasar (dalil) diperbolehkan tidak berobat bagi seseorang yang sakit.

5. Pengobatan sesuatu penyakit dengan doa dan iltijâ`-ilallah (bersimpuh’ di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala ) lebih mujarab dan bermanfaat, dibandingkan dengan pengobatan secara medis. Pengaruh dan reaksinya terhadap ketahanan tubuh lebih kuat daripada obat-obat konvensional.
Tetapi, therapi doa dan iltijâ`-ilallah itu akan bisa berdaya-guna jika dengan dua syarat. Pertama, syarat dari sisi penderita, yaitu ia harus shidqul-qashdi (memiliki kebersihan dan keyakinan hati). Kedua, dari sisi therapis, yaitu kekuatan tawajjuh dan keteguhan hatinya dengan takwa dan tawakkal. Wallahu a’lam.

Kisah ini juga berisi seruan untuk para wanita yang senang memperlihatkan aurat dan menyingkap pesona fisiknya di hadapan kaum lelaki, agar bercermin dengan keteguhan dan kesabaran Ummu Zufar al-Habasyiyyah. Meskipun dalam keadaan yang sangat mungkin ia tak sadar karena penyakitnya, namun ia berharap auratnya tetap terjaga. Sedangkan para wanita senang tabarruj itu berbuat sebaliknya, padahal Allah telah memberinya anugerah keselamatan jasmani dan kesehatan tubuh. Kisah ini mengajak kaum wanita pada umumnya untuk bertaubat kepada Allah al-Ghafûrur- Rahîm al-‘Azîzu Dzun tiqâm.

Marâji`:
1. Durûs min Hayâtish-Shahâbiyyât, Dr. ‘Abdul-Hamîd bin ‘Abdir-Rahmân as-Suhaibâni, Madârul-Wathan, Cetakan I, Tahun 1424 H, halaman 79-82.
2. Fat-hul-Bâri bi Syarhi Shahîhil-Bukhâri, al-Hâfizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajr al-‘Asqalani (774-852 H), Ta’lîq: Syaikh ‘Abdur-Rahmân bin Nâshir al-Barrâk, Dar Thaibah, Cetakan I, Tahun 1426H/2005M.

Selasa, 30 Januari 2018

Laporan Pemasukan Wakaf Tanah ( Rabu, 31 Januari 2018 )

Ayo Bantu..!! Masih Butuh 165.300.000 lagi

Alhamdulillah atas izin Allah dan KaruniaNya Kami Pengurus Rumah Qur'an al-Kautsar melaporkan bahwa donasi telah terkumpul sebesar Rp. 9.700.000,- dengan rincian sebagai berikut :

Tgl : 30/01/2018
* Bpk. Abdul Razak : Rp. 5.000.000
* Ibu Feliya : Rp. 1.500.000
* Hamba Allah : Rp. 2.000.000
* Hidayatullah : Rp. 100.000

Tgl : 31/01/2018
* Bpk. Pringgodigdo : Rp. 1.000.000
* Hamba Allah : Rp. 100.000

Untuk itu kami mengajak kembali kepada kaum muslimin dalam menyisihkan Harta Terbaiknya dalam pembebasan lahan untuk pembangunan Rumah Qur'an al-Kautsar. Karena dana yang kami butuhkan sebesar Rp. 175.000.000,- dan masih membutuhkan dana sebesar Rp. 165.300.000,-. Seberapapun kecil nilai yang bapak/ibu/saudara-I berikan, dijalan Allah ini, akan sangat bernilai bagi kami, Mari bergegaslah untuk ambil bagian, meraih emas yang melimpah berupa pahala jariyah, yang mengalir tiada henti walau kita telah tiada, sebelum terlambat dan peluang ini telah usai.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda :

وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. [ HR Muslim ]

📦 REKENING DONASI

BANK CENTRAL ASIA ( BCA )
Kode Bank : 014
No. Rekening : 06-700-29-123
A/N SUGENG MULIADIN

Apabila sudah melakukan transfer dimohon untuk memberikan konfirmasi ke NO 0852-9512-2008 dengan format "Konfirmasi Wakaf#Nama Pengirim#Nominal Donasi#

#⃣ INFO LEBIH LANJUT #⃣

🏬 Kantor Sekertariat : Jln. Maruga 1 Perumahan Taman Fasko Blok C6 No.23 RT03/RW.12 Kec. Pamulang, Kota Tanggerang Selatan, Banten.

Contact Person :
0813-1756-0970 ( Ust. Lukman Abu Wardah / Mudir RQ al-Kautsar )
0852-9512-2008 ( Utsman Abdurrahman / Bidang Pengembangan )

Semoga Allah senantiasa memberikan kita Taufiq dan memudahkan semua urusan kita.

Allah Pinjam dan Akan Dikembalikan Berlipat Ganda.

Seiring dengan berkembangnya Rumah Qur'an al-Kautsar , serta kondisi yangmana sekiranya membutuhkan bangunan sendiri, oleh karena itu kami mengajak Kaum Muslimin untuk berpartisipasi dalam membantu Tahap Awal dalam pembebasan lahan seluas 250 meter persegi yang rencana akan kami bangun sebuah bangunan untuk sarana Tempat Menghafal Al Qur'an dan belajar Ilmu Syar'i. Dengan mengharapkan taufiq dan pertolongan Allah ta'ala semoga Allah mudahkan urusan kami ini.

“Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia,” ( QS. Al-Hadid [57] : 11 )

PENERIMAAN WAKAF UNTUK PEMBEBASAN LAHAN PEMBANGUNAN RUMAH QUR'AN AL-KAUTSAR, TANGERANG-SELATAN.

Alamat Lokasi : Daerah Cogrek, Ciseeng, Kabupaten Bogor.






LAHAN YANG AKAN DIBEBASKAN
Luas Lahan 250 meter persegi
Harga Permeter Rp. 700.000,-
Sehingga total dana yang diperlukan adalah Rp 175.000.000,-

▶ Seberapapun kecil nilai yang bapak/ibu/saudara-I berikan, dijalan Allah ini, akan sangat bernilai bagi kami, Mari bergegaslah untuk ambil bagian, meraih emas yang melimpah berupa pahala jariyah, yang mengalir tiada henti walau kita telah tiada, sebelum terlambat dan peluang ini telah usai.




REKENING DONASI
BANK CENTRAL ASIA ( BCA )
Kode Bank : 014
No. Rekening : 06-700-29-123
A/N SUGENG MULIADIN

INFO LEBIH LANJUT
Kantor Sekertariat : Jln. Maruga 1 Perumahan Taman Fasko Blok C6 No.23 RT03/RW.12 Kec. Pamulang, Kota Tanggerang Selatan, Banten.

Apabila sudah melakukan transfer dimohon untuk memberikan konfirmasi ke NO 0852-9512-2008 dengan format "Konfirmasi Wakaf#Nama Pengirim#Nominal Donasi#

Contact Person :
0813-1756-0970 ( Ust. Lukman Abu Wardah / Mudir RQ al-Kautsar )
0852-9512-2008 ( Utsman Abdurrahman / Bidang Pengembangan )

Semoga Allah senantiasa memberikan kita Taufiq dan memudahkan semua urusan kita.

Minggu, 21 Januari 2018

Hal-hal yang mengantarkan kepada Zina dan Hukum yang berkaitan dengannya.

Pertanyaan : Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : "Janganlah kalian mendekati zina".

Apakah hal-hal yang mendekati zina termasuk kategori dosa besar, karena diantara syarat-syarat taubat adalah mengembalikan hak kepada pemiliknya, lalu bagaimana seorang pezina mengembalikan hak kepada pemiliknya, apakah dia mesti mengangkat perkara ini kehadapan qadhi & mengabarkannya bahwasanya ia pernah berzina atau ia hanya cukup bertaubat antara dia & Allah saja?

Jawaban :

- Zina itu termasuk dosa besar, adapun hal-hal yang mendekati zina maka diantaranya ada yang termasuk dosa besar dan adapula yang termasuk dosa kecil. Adapun seputar masalah mengembalikan hak kepada pemiliknya jika hal itu berkaitan dengan perkara semisal harta atau selainnya, atau hal-hal semisal qishash seperti memukul & merusak anggota badan dan selain hal tersebut. Adapun suatu yang haram dengan sendirinya seperti zina maka sesungguhnya tidak ada padanya pengembalian hak, justru yang wajib atasnya adalah bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya dan berazam agar tidak mengulangi dosa ini lagi.

Adapun mengabarkan perihal dirinya maka sudah selayaknya atas seorang muslim apabila terjerumus ke dalam suatu dosa yang menyebabkan had, maka wajib atasnya untuk menyembunyikan aibnya dengan kerahasiaan yang Allah Azza wa Jalla berikan lalu bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, sungguh Rasulullah Shaulallahu alaihi wa Sallam bersabda :

"Barang siapa yang mempunyai suatu aib maka hendaklah ia menyembunyikannya dengan kerahasiaan yang Allah berikan".  ( Riwayat al-Imam Malik )

Berkata asy-Syafi'i Rahimahullah dan dia meriwayatkan bahwasanya Abu Bakr pada masa Nabi Shaulallahu alaihi wa Sallam pernah memerintah seorang lelaki yang terkena hukum had agar menyembunyikan aibnya, dan bahwasanya Umar Radhiallahu anhu juga memerintahkannya agar ia menyembunyikan aibnya.

Maka wajib atasnya untuk menyembunyikan aib dirinya dan bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla serta meminta ampun kepada-Nya dari perbuatan dosa yang pernah ia lakukan, dan hendaknya ia memulai lembaran baru bersama Allah Azza wa Jalla.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Sumber : Radio al-Bayan dalam Acara Pada Acara Fatawa 'Abrol Atsir
Mutarjim : Ustadz Abu Abdillah ( Staf Pengajar RQ al-Kautsar )

Selasa, 09 Januari 2018

TAJWID & TAHFIZH

TAJWID & TAHFIZH

Carilah Guru yang bukan hanya mampu menerima setoran Al Quran tapi juga memiliki perhatian dalam memperbaiki kesalahan2 dalam tilawah jaliyy maupun khofiyy. Karena begitu banyak halaqoh tahfizh Al Quran  yang sangat ketat dalam penguatan hafalan tapi sangat longgar perbaikan tilawah.

Bagi yang memiliki semangat menghafal Al Quran, mulailah dengan mempelajari tajwid dan istiqomah dalam memperbaiki kesalahan2 dalam membaca Al Quran di majelis talaqqi Al Quran.

Jangan sampai kita hanya fokus kepada bagaimana cara menghafal Al Quran dengan cepat bahkan kemudian sering mengikuti daurah atau pelatihan metode cepat dalam menghafal akan tapi melupakan kaidah2 tajwid dalam tilawah al Quran.

Hafalan dengan kualitas bacaan yang masih banyak kesalahan jaliyy maupun khofiyy itu akan membuat kita lelah dan  guru kita lelah dalam memperbaikinya.

Sumber : Kajian Tajwid Online

#talaqqi
#terus_belajar

Senin, 08 Januari 2018

LAHN DALAM MEMBACA AL QUR'AN

1⃣ Definisi Lahn

Menurut Bahasa, Lahn (اَللّحْنُ) adalah :
الْمَيْلُ وَالِانْحِرَافُ عَنِ الصَّوَاب

"Menyimpang dari yang benar"

Adapun yang dimaksud lahn dalam membaca Al-Qur'an adalah :

الْخَطَأُ وَ الْمَيْلُ عَنِ الصَّوَابِ فِي الْقِرَاءَةِ

“Kesalahan dan penyimpangan dari kebenaran dalam qiraah baik itu menngurangi hak dan mustahak huruf atau berlebihan padanya.”

Adapun menurut istilah , lahn adalah :

خَطَأٌ يَعْرِضُ فِي تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ فَيُخِلُّ بِقَوَاعِدِ التّلَاوَةِ

“kesalahan yang muncul pada tilawah Al Quran, sehingga merusak kaidah-kaidah tilawah.”

Imam as-Sakhawi berkata : “Bacalah dengan tartil, jangan berlebihan, sempurnakanlah, dan jauhi kemungkaran (dalam bacaan) yang dilakukan orang-orang yang berbuat lahn.”

2⃣ Jenis Lahn

Kadang, lahn dapat mengubah makna, dan kadang lahn juga tidak mengubah makna Al-Qur'an. Namun baik mengubah ataupun tidak mengubah makna, keduanya merupakan kekeliruan yang mesti kita hindari untuk menjaga keaslian bacaan Al-Qur'an.

Kesalahan dalam membaca Al-Qur'an dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

🅰  Al-lahnul Jaliyy (اَللّحْنُ الْجَلِيُّ)

Al-jaliyy berarti terang atau jelas, yakni kesalahan yang terlihat dengan jelas baik dikalangan awam maupun para ahli tajwid.

Lahn Jaliyy terbagi menjadi beberapa kategori :

   Pertama, berkaitan dengan huruf, seperti menambah huruf, mengganti huruf, menghilangkan huruf.

a. Menambah huruf ( Al  ‘Araf : 84)
                                                     مَطَرًا  (hujan) ,مَطَارًا (bandara)

b. Mengganti huruf (Al Fatihah : 2, Al Baqarah : 70)

الْحَمْدُ  (Segala puji) الْهَمْدُ (kehancuran / kematian)

الْعَـٰلَمِيْنَ (semesta alam) الْئَـٰلَمِيْنَ (penyakit)

                           إِنْ شَاءَ اللَّه (menghendaki) إِنْ سَاءَ اللَّه  (menyakiti)

c. Menghilangkan huruf (Al Hijr : 9)
                                            إِنَّا (sungguh kami) إِنَّ   (sungguh) 

   Kedua, berkaitan dengan harakat dan sukun, seperti Mengubah harakat, Mengharakati huruf sukun, Mensukunkan huruf berharakat, Memanjangkan harakat, Meringankan huruf tasydid, mentasydidkan huruf yang tidak tasydid.

contoh :

1. قَدْرًا Waktu  Ath Thalaq : 3
2. قَدَرًا Ketetapan Al Ahzab : 38
3. الْجَنَّةَ Syurga Ali Imran : 185
4. الْجِنَّةَ Jin Ash Shofat : 158
5. جُنَّةَ Tameng Al Mujadilah : 16
6. الْمُصَدِّقُونَ Orang yang membenarkan Ash Shofat : 5
7. الْمُصَّدِّقُونَ Orang yang bersedekah Al Hadid : 18
8. وَرَسُولِهِ Allah berlepas diri dari orang musyrik dan Rasul-Nya At-Taubah : 3

  Ketiga, berkaitan dengan Waqf dan Ibtida, seperti berhenti pada tempat yang dapat mengubah makna, atau memulai pada tempat yang tidak sesuai dan mengubah makna menjadi negatif.

   ✅ Lahn Jaliyy hukumnya haram secara mutlak, karena ia mengubah lafazh Al-Qur'an yang dapat merubah makna. Adapun orang yang awam, wajib baginya belajar. Sedangkan ketika dalam proses belajar dan masih melakukan kesalahan jaliyy ketika membaca bacaan shalat sah dengannya, tidak menjadi imam, dan tidak menjahar bacaannya di majelis kaum muslimin. (hilyatut tilawah hal 153).

Syaikh Mahmud Al Hushari berkata : “Lahn Jaliy haram menurut kesepakatan  kaum muslimin, pelakunya mendapatkan dosa apabila melakukan dengan sengaja. Namun  jika dilakukan karena lupa atau tidak tahu, maka itu tidak haram". (Ahkam qiraatil quran hal 35)

   🅱 Al-lahnul Khafiyy (اَللّحْنُ الْخَفِيُّ)

   Al-khafiyy berarti tersembunyi, yaitu kesalahan membaca Al Qur'an yang tidak diketahui secara umum kecuali oleh orang yang memiliki pengetahuan  mengenai kesempurnaan membaca Al-Qur'an atau yang pernah mempelajari ilmu tajwid.

✅ Keberadaan lahn khofiyy, yaitu :

   Pertama, lahn khofiyy pada huruf.

- Tercampurnya mad dan ghunnah
- Saktah dalam pengucapan sukun atau tasydid
- Tarji’ (Menggelombangnya suara pada mad seperti meninggikan suara kemudian merendahkannya dalam satu mad. (dirasat ilmi tajwid lilmutaqaddimin hal 40)
- Kurang menahan pada hukum ghunnah
- Membaca panjang yang kelebihan atau kekurangan dari kadar harakat seharusnya.
- Tidak menerapkan hukum bacaan

a. Tercampurnya mad dengan ghunnah إِنَّآ أَعْطَيْنَا Al Kautsar : 1
b. Saktah dalam pengucapan sukun dan tasydid أَنْعَمْتَ اللَّذِينَ
c. Tarji’ وَمَآ أُنْزِلَ Al Baqarah : 4
d. Kurang menahan pada hukum ghunnah إِنَّ An Naba : 31
e. Kurang atau lebih membaca kaidah panjang جَآءَ An Nashr : 1
f. Tidak menerapkan hukum bacaan أَنْتُمْ Al Kafirun : 3

Kedua, Lahn khofiyy pada harakat.

     Lahn khofiyy pada harakat terjadi dalam dua bentuk yaitu memantulkan huruf sukun yang bukan termasuk huruf qalqalah dan tarqish/ikhtilas (membaca dengan cepat). (dirasat ilmi tajwid lil mutaqaddimin)

✅ Contoh lain lahn khofiyy adalah :

1. Tidak menyempurnakan harakat sebagaimana mestinya,
2. Berlebihan dalam mengucapkan huruf lam,
3. Membaca sambil dipaksakan menangis,
4. Berhenti (waqf) pada harakat sempurna,
5. Menghilangkan kejelasan huruf awal dan akhir sebuah kalimat, dan
6. Isyba' atau tawallud harakat, menambah sedikit harakat sebelum sukun,
7. Dlsb.

Wallahu a'lam.

Pamulang, 09 Januari 2018

✍ Oleh : Abu Wardah

Minggu, 07 Januari 2018

10 MABADI ILMU TAJWID

📖 10 MABADI ILMU TAJWID

(المبادئ العشرة لعلم التجويد)

👤 Berkata Ibnush Shabbaan:

إنّ مَبَادِئَ كُلِّ فَنٍّ عَشرَة    الحدُّ والمَوضُوعُ ثُمّ الثَّمرَة
وَفَضلُهُ وَنِسبَةُ وَالوَاضِع    الِاسمُ  الِاستِمدَادُ حُكمُ الشَّارِع
مَسَائلُ والبَعضُ بِالبَعضِ اكتَفَى   وَمَن دَرَى الجَمِيعَ نَالَ الشَّرَفَا

Sesungguhnya mabadi setiap ilmu ada sepuluh Batasan (definisi), pokok bahasan, dan buahnya Keutamaan, nisbah, dan penemunya, Nama, sandaran, dan hukum syar’inya Serta permasalahannya, siapa yang memahami sebagiannya cukup baginya. Dan siapa yang memahami seluruhnya, maka ia akan meraih kemuliaan

1⃣. Batasan (Definisi) :

✅ Secara bahasa :
📌 Kata tajwid merupakan bentuk masdar dari kata :
جَوَّدَ- يُجَوِّدُ- تَجۡوِيدًا,
artinya:“membaguskan”.

📌 Kata “tajwid” memiliki makna yang sama dengan istilah yang sudah populer, yaitu “tahsin” yang berasal dari kata:
  حَسَّنَ - يُحَسِّنُ - تَحۡسِينًا

✅ Sedangkan secara istilah, tajwid bermakna:

إِخۡرَاجُ كُلِّ حَرۡفٍ مِنۡ مَخۡرَاجِهِ مَعَ إِعۡطَائِهِ حَقَّهُ وَ مُسۡتَحَقَّهُ
“Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya beserta memberikan sifat hak dan mustahaknya.” [Taysirurrahmaan Fii Tajwiidil Quran, hal. 23]

📌 Hak huruf adalah sifat lazimah yaitu  sifat yang senantiasa menyertai huruf (Tsabit) dan tidak akan terpisan darinya dalam setiap keadaan. seperti sifat hams , jahr, syiddah, rakhawah dan istifal.

📌 Mustahak huruf adalah  sifat ‘aridhah yaitu sifat yang sewaktu-waktu muncul yang diakibatkan oleh sifat lazimah dan letak makhraj  pada huruf tertentu. 
-Seperti sifat tafkhim dan tarqiq pada bacaan yang diakibatkan oleh sifat isti’la dan istifal.
-Seperti idgham saat pertemuan dua huruf yang sama makhraj dan sifat ( mutamatsilain), sama makhraj beda sifat (mutajanisain) atau berdekatan makhraj berbeda sifat (mutaqaribain).
-Seperti idzhar saat bertemunya nun sukun atau tanwin dengan huruf halq yang letaknya berjauhan (mutabaidain).

2⃣. Pokok bahasan ilmu Tajwid :

Mencakup kalimat Al-Quran dengan memberikan hak beserta mustahak huruf-hurufnya tanpa disertai dengan takalluf atau ta’assuf dalam pengucapannya karena ini adalah salah satu bentuk penjagaan wahyu.

3⃣. Buah Manfaat mempelajari ilmu Tajwid:

Menjaga lidah dari lahn (kesalahan ketika membaca Al-Quran), menjaga keaslian Al-Quran, dan mengharapkan ridha & pahala dari Allaahu Ta’ala.

4⃣. Keutamaan :

Salah satu ilmu yang paling mulia karena berhubungan dengan Kalamullah.

5⃣. Nisbah (korelasi dan hubungan dengan ilmu yang lain) :

Ilmu tajwid merupakan ilmu syar’i yang berhubungan dengan Al-Quran Al-Karim. Ilmu syari yang mulia ini datang dari Allah ta’ala dengan hukum-hukumnya untuk menjaga kemurnian Al Quran dari segi bacaannya.

6⃣. Penemu dasar ilmu tajwid secara praktik:

✅ Rasulullah Muhammad Shallaahu ‘alaihi wasallam, karena beliau bertalaqqi langsung kepada malaikat jibril ‘alaihi as salaam dan jibril kepada Allah ta’ala. Kemudian para sahabat bertalaqqi kepada Rasulallah dan tabiin bertalaqqi kepada para sahabat  dan terus turun temurun hingga sampai kepada kita sekarang dengan tajwid dan tartil.

✅ Peletak dasar ilmu tajwid secara teori:
terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang siapa peletak pertama teori ilmu tajwid , dibawah ini adala para imam-imam terdahulu yang dianggap sebagai generasi awal peletak teori ilmu tajwid :
Abul Aswad Ad-Duali
• Hafsh bin Umar Ad duriy
• Abu Ubaid Al-Qasim
• Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi
• Abu Muzahim Musa bin Ubaydillah Al-Khaqani

7⃣. Namanya : Ilmu Tajwid

8⃣. Sandaran :

Dari tatacara praktik bacaan rasulillaah shallaahu ‘alaihi wasallam, tatacara ini sampai kepada kita dengan jalan periwayatan yang mutawatir yang diterima dari para sahabat para tabiin para masyaikh para ulama yang sanadnya tersambung kepada rasulallah.

9⃣. Hukum mempelajari tajwid:

✅ Mempelajari secara teori dari hukum-hukum tajwid fardhu kifayah.

✅ Hukum mengamalkan tajwid ketika membaca Al Quran Fardhu ‘ain bagi setiap pembaca al quran dan dalil-dalil tentang wajibnya membaca Al Quran antara lain :

📌 Dalil dari Al Quran :

وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا  [QS. Muzammil, 73: 4]

📌 Dalil dari Sunnah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : (مَا أَذِنَ اللَّهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ ، يَجْهَرُ بِهِ) .

رواه البخاري (6989) ومسلم (1319)

“Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu sebagaimana Allah mendengarkan Nabi-Nya membaguskan bacaan Al-Qur’an dan mengeraskan suaranya” (HR. Al Bukhari 7544, Muslim 792)

📌 Ijma’ :

Tidak ditemukan bahwa Rasulullah, para sahabat, tabiin para ulama qiraat bahwa mereka membaca tanpa mad atau ghunnah atau hukum-hukum tajwid yang sudah sangat dikenal atasnya. Oleh karena para imam-imam qiraat sepakat  tidak diperbolehkannya membaca Al Quran tanpa tajwid.

🔟.  Permasalahan Ilmu tajwid :

Permasalah yang akan dibahas adalah kaidah-kaidah ilmu tajwid yang sudah ditetapkan oleh para ulama qiraah.

🌐 Sumber :
📗. kitab taisirurr rahman fii tajwidil quran
📘. kitab At Tuhfah Al Maalikiyyah fii talkhish Ushuli riwayah hafsh 'an ashim min thariq Asy Syatibiyyah
📙. Tajwid Lengkap Asy syafii

Barakallah fiikum
➖➖➖➖

Sabtu, 06 Januari 2018

URGENSI MEMBACA AL QURAN DENGAN TARTIL

URGENSI MEMBACA AL QURAN DENGAN TARTIL

1. Membaca Tartil Perintah Allah SWT

Membaca Tartil Adalah perintah Allah SWT.

Firman Allah :
ورتل القران ترتيلا

Artinya ”Dan bacalah Al Quran dengan Tartil (QS. Al Muzzammil : 4)

وَعَنْ زَيْدُ بْنُ ثاَبِتْ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ كَمَا أُنْزِلَ

Dari Zaid bin Tsabit, dari Rosulullah SAW :

“ Sesungguhnya Allah SWT menyukai Al Quran ini dibaca sebagaimana Al Quran diturunkan”. ( HR. Ibnu Khuzaimah )

اقْرَءُوا الْقُرْءَانَ بِلُحُوْنِ ا لْعَرَبِ وَاصْوَاتِهَا

Bacalah Al Quran dengan dialek orang arab dan suara-suaranya yang fasih” (HR. Thabrani)

Dalam mewujudkan bacaan Al Quran dengan tartil maka kita harus mengikuti kaifiyat (tata cara) qiraah Rasulallah, parasahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para imam qiraah sehingga sampai kepada kita secara mutawatir melalui para masayikh qiraah.

2. Makna Tartil

Tartil Menurut Ali bin Abi Thalib : “Mentajwidkan huruf dan mengetahui kaidah waqof”. ( Nihayatul Qoulil Mufid hal 16 )

Mentajwidkan huruf berarti kita membaca huruf sesuai dengan tempat keluarnya dengan disertai sifat hak dan mustahaknya.

Hak huruf adalah sifat asli yang senantiasa menyertai huruf (Tsabit) dan tidak akan terpisan darinya. seperti sifat hams , jahr, syiddah, rakhawah dan ghunnah.

Mustahak huruf adalah sifat yang sewaktu-waktu menyertai huruf tertentu seperti ; sifat tafkhim (suara tebal), atau tarqiq (suara tipis), atau sifat idzhar,ikhfa, iqlab, pada nun sukun tanwin.

Mengetahui tempat berhenti berarti memahami ayat-ayat Al Quran yang dibaca dan mengikuti apa-apa yang diajarkan oleh Rasulallah berkaitan dengan ilmu waqof.

Sumber : kajian tajwid online

Jumat, 05 Januari 2018

Hafalan Hadits Arba'in Santri Al Kautsar

Berikut kami hadirkan Kegiatan Hafalan Hadits Arba'in silakan cek disini

MENCINTAI SAUDARA SEIMAN TERMASUK KESEMPURNAAN IMAN

Dalam sebuah hadits Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata :


 لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ 

Artinya : "Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya”.
Hadits ini dikeluarkan oleh Iman Al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Iman, Bab Min Al Iman An Yuhibba Liakhihi Ma Yuhibbu Linafsihi, no. 13 dan Imam Muslim dalam Shahih-nya, kitab Al Iman, Bab Al Dalil ‘Ala Ana Min Khishal Al Iman An Yuhibba Liakhihi Al Muslim Ma Yuhibbu Linafsihi Min Al Khair, no. 45. Sedikit diantara faedah penjelasannya disini

Rabu, 03 Januari 2018

Telaga Al-Kautsar ( Perintah dan Larangan )

Penyusun : Utsman Abdurrahman

Siapa yang tidak ingin menikmati Air dari Telaga al Kautsar, telaga yang dijanjikan oleh Rabb ‘azza wa jalla, telaga yang nanti akan didatangi oleh ummat Nabi Shallallahu‘alaihi wassallam pada hari kiamat, Telaga itu ada di padang Mahsyar, dimana Manusia berkumpul setelah dibangkitkan, ketika tidak ada naungan selain Naungan-Nya, kehausanpun melanda manusia di hari itu. Namun sungai itu hanya bisa di minum oleh Ummat Nabi shallallahu‘alaihi wassallam. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak, bejana yang gelasnya tersebut sejumlah bintang di langit, Barang siapa meminum airnya, maka ia tidak akan merasa haus. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari pada manisnya madu. Lantas bagaimana penjelasannya? marilah kita simak sedikit penjelasannya dengan seksama dan penuh ketundukan atas apa yang disampaikan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَٰئِكَ فِي الْأَذَلِّينَ

Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina” [ Qs. Al-Mujadalah : 20 ]

Telaga Al-Kautsar adalah pembahasan yang di ambil dari salah satu surat yang tercantum dalam al Qur'an, surat itu termasuk surat Makkiyyah, yang berisi penjelasan akan nikmat yang banyak yang telah dianugerahkan kepada Rasul shallallahu‘alaihi wa sallam, berisi pula perintah untuk shalat dan berqurban hanya untuk Allah dan akibat dari orang yang membenci Rasul shallallahu'alaihi wa sallam.

Terdapat hadits dalam shahih Muslim, dari Anas, ia berkata, suatu saat Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam di sisi kami dan saat itu beliau dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak).

Lantas beliau mengangkat kepala dan tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” “Baru saja turun kepadaku suatu surat.” Lalu beliau membaca,

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ( إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” ( QS. Al Kautsar: 1-3 ).

Kemudian beliau berkata, “Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?” “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, jawab kami.

Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda :

فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِى. فَيَقُولُ مَا تَدْرِى مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ

“Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebgaian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut. 

Allah berfirman :

مَا تَدْرِى مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ؟

Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah berbuat bid’ah sesudahmu?” ( HR. Muslim no. 400 ).

Dan alangkah Indahnya pelajaran yang telah disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu ‘Fatawa 16/526-529, dimana beliau rahimahullah mengatakan :

“Surat Al-Kautsar, alangkah agungnya surat ini ! dan alangkah banyak ilmu padanya meskipun surat ini pendek ! Hakekat maknanya bisa dimengerti dari akhir surat tersebut, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memutus segala kebaikan orang yang membenci Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memutus penyebutannya, keluarga, dan hartanya. Maka rugilah ia di Akhirat kelak. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memutus kehidupannya sehingga tidak bermanfaat, (sehingga) ia tidak berbekal kebaikan untuk akhiratnya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memutus hatinya, (hingga) ia tidak memperhatikan kebaikan, dan tidak mempersiapkan hatinya untuk mengetahui dan mencintai kebaikan serta beriman kepada RasulNya, dan terputus amalannya sehingga tidak ia tidak bisa menggunakannya dalam kataatan, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memutusnya dari penolong sehingga ia tak mendapatkan seorang penolong pun atau pembantu, dan memutusnya dari segala amal shalih yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga ia tidak dapat merasakan amal-amal shalih itu rasa manis dalam hatinya, meskipun dalam fisiknya ia melakukan amal-amal shalih itu namun hatinya kosong.

Inilah balasan bagi orang yang membenci sebagian yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menolaknya karena hawa nafsunya, atau karena orang yang diikutinya, atau karena Shaikhnya, atau pemimpin, dan seniornya. Sebagaimana juga orang yang benci terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sifat, dan menakwilkannya tidak seperti yang dikehendaki Allah dan RasulNya, atau memahaminya sesuai dengan pemahaman madzhab dan kelompoknya, atau ia berangan-angan seandainya ayat-ayat sifat tidak diturunkan dan hadits tentang sifat-sifat (Allah) tidak disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tanda yang paling utama dari kebenciannya terhadap ayat dan hadits tentang sifat-sifat Allah tersebut, bahwa jika ia mendengar Ahlus Sunnah berdalil dengan ayat dan hadits sifat itu untuk menunjukkan satu kebenaran, maka mereka kesal dan jengkel lantaran hal itu, lalu menentang dan lari dari (kebenaran itu), karena dalam hatinya ada kebencian dan penolakan terhadapnya, maka adakah kebencian terhadap Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih besar dari pada hal ini ?!

Dan demikian pula kutipan-kutipan ucapan manusia atau ilmu mereka yang berkata jelek terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, maka jika ia tidak membenci terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu ia tidak melakukannya, hingga diantara mereka ada yang melupakan Al-Qur’an setelah menghafalnya dan disibukkan dengan ucapan si Fulan dan si Fulan.

Maka berhati-hatilah dan berhati-hati !! wahai manusia dari membenci sebagian apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau engkau menolaknya hanya karena hawa nafsumu, atau demi menolong madzhab atau Syaikhmu, atau karena kesibukanmu dengan syahwat dan dunia, karena Allah tidak mewajibkan seseorang taat kecuali pada RasulNya dan mengambil apa-apa yang datang darinya. Dimana sekiranya seseorang menyelisihi semua manusia, lalu hanya mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah tidak akan menanyai (sikapnya yang) menyelisihi manusia tersebut.

Karena barang siapa yang taat atau ditaati, dia ditaati tiada lain hanyalah karena mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya tidak, maka jika ia memerintahkan suatu perintah yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah boleh ditaati.

Maka ketahuilah hal itu ! dengarlah serta taatilah ! ikutilah, dan jangan membuat bid’ah (perkara baru dalam agama) ! yang mengakibatkan kamu terputus dan tertolak amalanmu ! bahkan tidak ada suatu kebaikan dalam amal yang terputus dari itiba’ (yang terdapat contoh dan dalilnya), dan tidak ada kebaikan bagi pelakunya. Selesai Perkataan Beliau

Dan semoga Allah ta'alaa menjadikan kita semua ummat yang akan meminum air dari telaga al Kautsar, karena telaga ini hanyalah untuk Ummat Nabi shallallahu‘alaihi wassallam yang senantiasa ta'at atas perintah-Nya dan tidak berbuat bid'ah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim ketika beliau menjelaskan siapakah orang-orang yang diusir dari telaga Al-Kautsar? Dan beliau menukil tiga pendapat ulama.

* Pendapat Pertama : Yang dimaksud adalah orang munafik dan orang yang murtad. Boleh jadi ia dikumpulkan dalam keadaan nampak cahaya bekas wudhu pada muka, kaki dan tangannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil mereka dengan bekas yang mereka miliki. Lantas dibantah, mereka itu sebenarnya telah mengganti agama sesudahmu. Artinya, mereka tidak mati dalam keadaan Islam yang mereka tampakkan.

* Pendapat Kedua : Yang dimaksud adalah orang yang masuk Islam di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas murtad sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil mereka walau tidak memiliki bekas tanda wudhu. Walau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu keislaman mereka ketika beliau hidup. Lantas dibantah, mereka itu adalah orang yang murtad setelahmu.

* Pendapat Ketiga : Yang dimaksud, mereka adalah ahli maksiat dan pelaku dosa besar yang mati masih dalam keadaan bertauhid. Begitu pula termasuk di sini adalah pelaku bid’ah yang kebid’ahan yang dilakukan tidak mengeluarkan dari Islam. Menurut pendapat ketiga ini, apa yang disebutkan dalam hadits bahwa mereka terusir cuma sekedar hukuman saja, mereka tidak sampai masuk neraka. Bisa jadi Allah merahmati mereka, lantas memasukkan mereka dalam surga tanpa siksa.  Bisa jadi pula mereka memiliki tanda bekas wudhu pada wajah, kaki dan tangan. Bisa jadi mereka juga hidup di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setelah itu, akan tetapi beliau mengenal mereka dengan tanda yang mereka miliki.

Imam Al-Hafizh Abu ‘Amr bin ‘Abdul Barr mengatakan ; “Setiap orang yang membuat perkara baru dalam agama, merekalah yang dijauhkan dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Khawarij, Rafidhah (Syi’ah), dan pelaku bid’ah lainnya. Begitu pula orang yang berbuat zalim dan terlaknat lantaran melakukan dosa besar. Semua yang disebutkan tadi dikhawatirkan terancam akan dijauhkan dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.” [ Syarh Shahih Muslim, 3: 122 ]

Ringkasnya untuk bisa meminum dari telaga Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam haruslah memenuhi beberapa syarat:

1. Harus beriman dengan iman yang benar.
2. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Menjalankan islam secara lahir dan batin.
4. Menjauhi maksiat dan dosa besar.

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah untuk bisa menikmati telaga Al-Kautsar.

Wallahu ‘alam bish-shawwab

Bandung, 4 Januari 2018

HADITS ARBAIN KE 3 TENTANG RUKUN ISLAM

الحديث الثالث

عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس : شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان

Terjemahan : Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anhuma berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan". [ Bukhari no.8, Muslim no.16 ] 


Penjelasan : Abul ‘Abbas Al-Qurtubi berkata : “Lima hal tersebut menjadi asas agama Islam dan landasan tegaknya Islam. Lima hal tersebut diatas disebut secara khusus tanpa menyebutkan Jihad (Padahal Jihad adalah membela agama dan mengalahkan penentang-penentang yang kafir) Karena kelima hal tersebut merupakan kewajiban yang abadi, sedangkan jihad merupakan salah satu fardhu kifayah, sehingga pada saat tertentu bisa menjadi tidak wajib.

Pada beberapa riwayat disebutkan, Haji lebih dahulu dari Puasa Romadhon. Hal ini adalah keraguan perawi. Wallahu A’lam (Imam Muhyidin An Nawawi dalam mensyarah hadits ini berkata, “Demikian dalam riwayat ini, Haji disebutkan lebih dahulu dari puasa. Hal ini sekedar tertib dalam menyebutkan, bukan dalam hal hukumnya, karena puasa ramadhon diwajibkan sebelum kewajiban haji. Dalam riwayat lain disebutkan puasa disebutkan lebih dahulu daripada haji”) Oleh karena itu, Ibnu Umar ketika mendengar seseorang mendahulukan menyebut haji daripada puasa, ia melarangnya lalu ia mendahulukan menyebut puasa daripada haji. Ia berkata : “Begitulah yang aku dengar dari Rosululloh ”

Pada salah satu riwayat Ibnu ‘Umar disebutkan “Islam didirikan atas pengakuan bahwa engkau menyembah Allah dan mengingkari sesembahan selain-Nya dan melaksanakan Sholat….” Pada riwayat lain disebutkan : seorang laki-laki berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Bolehkah kami berperang ?” Ia menjawab : “Aku mendengar Rosululloh bersabda, “Islam didirikan atas lima hal ….” Hadits ini merupakan dasar yang sangat utama guna mengetahui agama dan apa yang menjadi landasannya. Hadits ini telah mencakup apa yang menjadi rukun-rukun agama. Wallahu a'lam bish-shawwab


HADITS ARBAIN KE 2 IMAN, ISLAM DAN IHSAN

الحديث الثاني

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال " أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من السائل " قال فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه مسلم

Terjemahan : Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia berkata: ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Iman" Rasulullah menjawab,"Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk" Orang tadi berkata," Engkau benar" Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Ihsan" Rasulullah menjawab,"Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu." Orang itu berkata lagi,"Beritahukan kepadaku tentang kiamat" Rasulullah menjawab," Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya." selanjutnya orang itu berkata lagi,"beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya" Rasulullah menjawab," Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan puterinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan." Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, "Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?" Saya menjawab," Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui" Rasulullah berkata," Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu. [ Riwayat Imam Muslim ]

Penjelasan :Hadits ini sangat berharga karena mencakup semua fungsi perbuatan lahiriah dan bathiniah, serta menjadi tempat merujuk bagi semua ilmu syari’at dan menjadi sumbernya. Oleh sebab itu hadits ini menjadi induk ilmu sunnah.

Hadits ini menunjukkan adanya contoh berpakaian yang bagus, berperilaku yang baik dan bersih ketika datang kepada ulama, orang terhormat atau penguasa, karena jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia dalam keadaan seperti itu.

Kalimat “ Ia meletakkan kedua telapak tangannya diatas kedua paha beliau, lalu ia berkata : Wahai Muhammad…..” adalah riwayat yang masyhur. Nasa’i meriwayatkan dengan kalimat, “Dan ia meletakkan kedua tangannya pada kedua lutut Rasulullah….” Dengan demikian yang dimaksud kedua pahanya adalah kedua lututnya.

Dari hadits ini dipahami bahwa islam dan iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syari’at. Namun terkadang, dalam pengertian syari’at, kata islam dipakai dengan makna iman dan sebaliknya.

Kalimat, “Kami heran, dia bertanya tetapi dia sendiri yang membenarkannya” mereka para shahabat Rasulullah menjadi heran atas kejadian tersebut, karena orang yang datang kepada Rasulullah hanya dikenal oleh beliau dan orang itu belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Rasulullah dan mendengarkan sabda beliau. Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya bahkan membenarkannya, sehingga orang-orang heran dengan kejadian itu.

Kalimat, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya….” Iman kepada Allah yaitu mengakui bahwa Allah itu ada dan mempunyai sifat-sifat Agung serta sempurna, bersih dari sifat kekurangan,. Dia tunggal, benar, memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya, tidak ada yang setara dengan Dia, pencipta segala makhluk, bertindak sesuai kehendak-Nya dan melakukan segala kekuasaan-Nya sesuai keinginan-Nya.

Iman kepada Malaikat, maksudnya mengakui bahwa para malaikat adalah hamba Allah yang mulia, tidak mendahului sebelum ada perintah, dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya.

Iman kepada Para Rasul Allah, maksudnya mengakui bahwa mereka jujur dalam menyampaikan segala keterangan yang diterima dari Allah dan mereka diberi mukjizat yang mengukuhkan kebenarannya, menyampaikan semua ajaran yang diterimanya, menjelaskan kepada orang-orang mukalaf apa-apa yang Allah perintahkan kepada mereka. Para Rasul Allah wajib dimuliakan dan tidak boleh dibeda-bedakan.

Iman kepada hari Akhir, maksudnya mengakui adanya kiamat, termasuk hidup setelah mati, berkumpul dipadang Mahsyar, adanya perhitungan dan timbangan amal, menempuh jembatan antara surga dan neraka, serta adanya Surga dan Neraka, dan juga mengakui hal-hal lain yang tersebut dalam Qur’an dan Hadits Rosululloh.
Iman kepada taqdir yaitu mengakui semua yang tersebut diatas, ringkasnya tersebut dalam firman Allah QS. Ash-Shaffaat : 96, “Allah menciptakan kamu dan semua perbuatan kamu” dan dalam QS. Al-Qamar : 49, “Sungguh segala sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran tertentu” dan di ayat-ayat yang lain. Demikian juga dalam Hadits Rasulullah, Dari Ibnu Abbas, “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan suatu keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang Allah telah tetapkan pada dirimu. Sekiranya merekapun berkumpul untuk melakukan suatu yang membahayakan dirimu, niscaya tidak akan membahayakan dirimu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”

Para Ulama mengatakan, Barangsiapa membenarkan segala urusan dengan sungguh-sungguh lagi penuh keyakinan tidak sedikitpun terbersit keraguan, maka dia adalah mukmin sejati.

Kalimat, “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya….” Pada pokoknya merujuk pada kekhusyu’an dalam beribadah, memperhatikan hak Allah dan menyadari adanya pengawasan Allah kepadanya serta keagungan dan kebesaran Allah selama menjalankan ibadah.

Kalimat, “Beritahukan kepadaku tanda-tandanya ? sabda beliau : Budak perempuan melahirkan anak tuannya” maksudnya kaum muslimin kelak akan menguasai negeri kafir, sehingga banyak tawanan, maka budak-budak banyak melahirkan anak tuannya dan anak ini akan menempati posisi majikan karena kedudukan bapaknya. Hal ini menjadi sebagian tanda-tanda kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa itu menunjukkan kerusakan umat manusia sehingga orang-orang terhormat menjual budak yang menjadi ibu dari anak-anaknya, sehingga berpindah-pindah tangan yang mungkin sekali akan jatuh ke tangan anak kandungnya tanpa disadarinya.

Hadits ini juga menyatakan adanya larangan berlomba-lomba membangun bangunan yang sama sekali tidak dibutuhkan. Sebagaimana sabda Rasulullah,” Anak adam diberi pahala untuk setiap belanja yang dikeluarkannya kecuali belanja untuk mendirikan bangunan”

Kalimat, “Penggembala Domba” secara khusus disebutkan karena merekalah yang merupakan golongan badui yang paling lemah sehingga umumnya tidak mampu mendirikan bangunan, berbeda dengan para pemilik onta yang umumnya orang terhormat.

Kalimat, “Saya tetap tinggal beberapa lama” maksudnya Umar radhiallahu 'anh tetap tinggal ditempat itu beberapa lama setelah orang yang bertanya pergi, dalam riwayat yang lain yang dimaksud tetap tinggal adalah Rosululloh.

Kalimat, “Ia datang kepada kamu sekalian untuk mengajarkan agamamu” maksudnya mengajarkan pokok-pokok agamamu, demikian kata Syaikh Muhyidin An Nawawi dalam syarah shahih muslim. Isi hadits ini yang terpenting adalah penjelasan islam, iman dan ihsan, serta kewajiban beriman kepada Taqdir Allah Ta'ala.

Sesungguhnya keimanan seseorang dapat bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath : 4, “Untuk menambah keimanan mereka pada keimanan yang sudah ada sebelumnya”. Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya bahwa ibnu Abu Mulaikah berkata, “Aku temukan ada 30 orang shahabat Rasulullah yang khawatir ada sifat kemunafikan dalam dirinya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang berani mengatakan bahwa ia memiliki keimanan seperti halnya keimanan Jibril dan Mikail ‘alaihimus salaam”

Kata iman mencakup pengertian kata islam dan semua bentuk ketaatan yang tersebut dalam hadits ini, karena semua hal tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan yang ada dalam bathin yang menjadi tempat keimanan. Oleh karena itu kata Mukmin secara mutlak tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar atau meninggalkan kewajiban agama, sebab suatu istilah harus menunjukkan pengertian yang lengkap dan tidak boleh dikurangi, kecuali dengan maksud tertentu. Juga dibolehkan menggunakan kata Tidak beriman sebagaimana pengertian hadits Rasulullah, “Seseorang tidak berzina ketika dia beriman dan tidak mencuri ketika dia beriman” maksudnya seseorang dikatakan tidak beriman ketika berzina atau ketika dia mencuri.

Kata islam mencakup makna iman dan makna ketaatan, syaikh Abu ‘Umar berkata, “kata iman dan islam terkadang pengertiannya sama terkadang berbeda. Setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin” ia berkata, “pernyataan seperti ini sesuai dengan kebenaran” Keterangan-keterangan Al-Qur’an dan Assunnah berkenaan dengan iman dan islam sering dipahami keliru oleh orang-orang awam. Apa yang telah kami jelaskan diatas telah sesuai dengan pendirian jumhur ulama ahli hadits dan lain-lain. Wallahu a’lam bish-shawwab